Balikpapan (ANTARA) - Dukungan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disampaikan para akademisi di Kalimantan Timur.
“KPK harus berani menjerat siapa pun yang merintangi proses hukum atau obstruction of justice,” tegas aktivis Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (SAKSI) Herdiansyah Hamzah di Balikpapan, Senin.
KPK sepanjang pekan kemarin telah menangkap 8 orang dan kemudian menjadikan 3 diantaranya sebagai tersangka kasus suap yang melibatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dalam hal penetapan anggota DPR terpilih periode 2019 hingga 2024.
Dalam pengamatan SAKSI pada kasus ini, tambah Hamzah ada dugaan tindakan penghalangan terhadap penyidik KPK saat berupaya melakukan penyitaan, penggeledahan, dan penyegelan kantor PDI-P, yang diduga berkaitan erat dengan penangkapan sejumlah orang sebelumnya dalam kasus suap ratusan miliar.
Juga ada dugaan tindakan penghalangan terhadap penyidik KPK saat berupaya melakukan penangkapan seorang politisi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), yang diduga berperan penting dalam kasus ini.
Herdiansyah Hamzah yang populer dengan nama panggilan Castro, menyebutkan siapa pun yang merintangi proses hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi, berarti melawan Pasal 21 Undang-Undang Nomo 31 Tahun 1999, undang-undang tentang tindak pidana korupsi. Ada ancaman sekurang-kurangnya 3 tahun penjara bagi para pembuat obstruction of justice tersebut.
“Selanjutnya kami juga mendesak dilakukannya evaluasi terhadap desain penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan, yang cenderung birokratis serta tidak efektif dan efisien dalam pelaksanaan operasi tangkap tangan,” jelasnya.
Dalam aturan yang berlaku sekarang, KPK harus meminta izin Dewan Pengawas sebelum bisa beraksi. Dengan prosedur yang lebih panjang dikhawatirkan malah menghambat upaya pemberantasan korupsi itu sendiri. Malah, prosedur itu juga bisa menjadi celah bagi para koruptor untuk melawan KPK.
“Jadi kami mengajak kepada seluruh kalangan masyarakat sipil (civil society organization) untuk memberikan dukungan kritis kepada KPK,” ujar Castro yang juga kandidat doktor dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Dukungan kritisi artinya memberikan sokongan ketika KPK dilemahkan, namun juga berani melontarkan kritik ketika KPK keluar dari koridor amanah rakyat.
SAKSI didirikan para peneliti dan akademisi, terutama dari Fakultas Hukum di Universitas Mulawarman di Samarinda pada tahun 2013. Lembaga ini diketuai Dr Ivan Zairani Lisi dengan Castro sebagai sekretaris.