Tanjung Redeb (ANTARA News Kaltim) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Berau berencana membangun perumahan transmigrasi dan areal perkebunan seluas 1.500 hektare di Kampung Malinau Segah, Kecamatan Segah.
"Insya Allah tahun depan dapat direalisasikan pada anggaran Kementerian Tenaga Kerja dan Tranmigrasi," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Berau Fattah Hidayat di Tanjung Redeb, Berau.
Fatah optimistis hal itu dapat direalisasikan menjelang akhir 2011 ini. Bahkan, katanya, Disnakertrans sudah menyosialisasikan kepada Camat dan masyarakat di Kecamatan Segah mengenai rencana pembangunan perumahan tranmigrasi dan areal untuk mereka berkebun.
Areal 1.500 hektare tersebut, ujarnya, diperuntukkan bagi 150 Kepala Keluarga (KK) tranmigrasi yang didatangkan dari bencana alam seperti meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta, dan beberapa korban bencana lain di Pulau Jawa.
Sedangkan ada 150 KK lagi dari warga di setempat yang juga dibuatkan perumahan serta areal untuk berkebun.
Selama ini, tambahnya, warga transmigran hanya ada di wilayah Siduung di Segah, sementara masih banyak areal untuk dikembangkan terutama untuk perkebunan yang dapat dikelola transmigran.
Dia mengatakan, di wilayah Malinau Segah transmigran dapat mengembangkan perkebunan Kelapa sawit atau jenis kebun lainya.
"Semua terpulang kepada kegigihan dan ketekunan warga transmigrasi mengelola lahan yang telah disiapkan oleh pemerintah. Pemerintah juga terus melakukan pembinaan kepada warga," ujarnya.
Fattah juga optimistis warga tranmigran dapat mengelola perkebunan, sehingga dapat mendongkrak perekonomian warga serta perekonomian di Kabupaten Berau.
Berdasarkan data di Disnakertrans jumlah warga transmigrasi di Kabupaten Berau sejak 1982 hingga sekarang berjumlah 8.000 kepala keluarga dengan jumlan 35 ribu orang, yang tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Berau.
Mayoritas transmigran melakukan pekerjaan bertani, berkebun serta nelayan. Dari jumlah itu ada pula yang pindah ke ibukota Berau, Tanjung Redeb, lantaran adanya perkawinan dengan warga serta mereka yang ingin mengadu nasib dengan berdagang di Tanjung Redeb. (*)