Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak, minta industri kerajinan rotan yang selama ini mendapat pasokan bahan baku dari Kaltim memindahkan usahanya ke daerah itu.
"Kita atur supaya di Kaltim ini juga ada industri yang mengolah rotan mentah menjadi rotan jadi atau setengah jadi, sehingga nilai tambahnya dirasakan rakyat di sini," kata Awang di Balikpapan, Selasa (15/11).
Gubernur menghadiri Konvensi Nasional Industri Kecil dan Menengah yang juga menghadirkan Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun dan Direktur Jenderal IKM Euis Saedah.
Selama ini, petani rotan Kaltim menjual rotannya kepada pengepul, yang kemudian mengirimnya ke pusat kerajinan rotan di Jawa Timur dan Jawa Barat.
"Dengan mendekatkan industri ke daerah penghasil bahan baku, maka harga produknya juga pasti lebih bisa bersaing lagi," kata Gubernur yang juga menyatakan dukungannya atas larangan ekspor rotan mentah oleh Kementerian Perdagangan.
Bentuk dukungan atas pelarangan itu antara lain akan dilakukan dengan mengeluarkan peraturan pemerintah provinsi.
"Segera setelah peraturan pemerintah soal penghentian ekspor rotan keluar, saya akan keluarkan aturan pemerintah provinsi yang mendukung itu," kata Awang.
Menurut dia, penghentian ekspor rotan mentah harus didukung karena yang menikmati nilai tambah rotan tersebut justru negara tujuan ekspor.
Rotan yang dibeli murah dari petani menjadi berlipat-lipat harganya setelah diolah menjadi produk jadi atau setengah jadi di negara tujuan.
Meski demikian, dia mengakui bahwa harga rotan jatuh karena tidak terekspor. Karena itu, Awang percaya begitu industri dalam negeri pulih kembali dan mulai menyerap rotan dari petani keadaan akan jadi lebih baik.
Saat ini, harga rotan yang semula Rp2.000 per kg turun menjadi hanya Rp800 per kg. Akibatnya, stok rotan melimpah di gudang pengepul.
Selama ini, sebanyak 30-35 ribu ton rotan diekspor ke luar negeri dan sebanyak 70-65 ribu ton lainnya diserap para perajin di dalam negeri.
Namun ternyata sebenarnya kemampuan industri dalam negeri untuk menyerap lebih besar sebab kemudian terjadi keluhan kekurangan bahan baku. Harga bahan baku rotan yang melambung karena ekspor juga melemahkan daya saing para perajin rotan Indonesia.
Pada beberapa kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, menegaskan bahwa larangan ekspor rotan bukan hanya melarang begitu saja, tetapi akan diikuti pengaktifan kembali sentra-sentra industri rotan di daerah di Kalimantan dan Sulawesi.
Setelah adanya aturan ini, Gita juga minta agar para asosiasi, pemerintah daerah, dan perajin untuk menyerap seluruh bahan baku rotan, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Kebijakan ekspor rotan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2009 tentang Ekspor Rotan menjadi kontroversi karena industri mebel dalam negeri kekurangan bahan baku rotan dan mendapatkan rotan berkualitas rendah. (*)
Gubernur Kaltim Minta Industri Rotan Direlokasi
Rabu, 16 November 2011 3:54 WIB