Jakarta (Antaranews) - Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun membantah memberikan uang untuk menyuap Bupati nonaktif Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebesar Rp6 miliar.
"Saya membantah, itu transfer Rp6 miliar kepada Rita Widyasari yang sedang butuh uang untuk membayar orang-orang karena habis menang pilkada," kata Abun dalam sidang pemberiksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Abun dalam perkara ini didakwa memberi suap Rp6 miliar kepada Bupati Kukar Rita Widyasari sebagai imbalan pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di kabupaten tersebut.
Transfer itu dilakukan sebesar Rp6 miliar melalui rekening Bank Mandiri atas nama terdakwa pada 22 Juli 2010 sebesar Rp1 miliar dan pada 5 Agustus 2010 sebesar Rp5 miliar.
Menurut Abun, seorang rekannya bernama Hani Kristiyanto yang menyebut Rita sedang membutuhkan dana besar setelah pilkada. Abun pun bersedia memberikan pinjaman asalkan diberikan jaminan dan Rita memberikan emas 15 kilogram sebagai jaminan.
"Benar untuk pembelian emas. Hani datang ke saya katanya Rita butuh duit karena utang setelah pilkada. Saya tanya apa jaminannya ? Emas katanya, kalau dalam waktu enam bulan utang tidak dibayar, emas itu akan jadi hak milik saya," kata Abun.
Pada November 2010, menurut Abun, Rita mengembalikan uang pinjaman sebesar Rp6 miliar tersebut, tapi Rita tidak meminta kembali emasnya.
Pihak KPK juga tidak menemukan emas 15 kilogram yang dimaksud Abun saat melakukan penggeledahan di rumah Abun sehingga tidak dapat dibuktikan apakah emas itu benar-benar ada atau tidak.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK lalu menunjukkan bukti pembuatan rekening di BCA dan adanya pengiriman uang Rp6 miliar dari Abun kepada salah satu kerabat Rita bernama Noval yang selanjutnya dibelikan rumah.
"Demi Allah saya baru pertama melihat (bukti rekening tersebut), itu hanya bukti pembukaan rekening, perlu diragukan, saya tidak pernah mengurus rumah," ungkap Abun.
Abun didakwa berdasarkan pasal 5 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (*)