Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara
mengaku sedang menyiapkan cara agar pemblokiran sebelas Domain Name
System (DNS) milik Telegram dibuka kembali di Indonesia.
"Kami
sedang siapkan dasarnya secara detail agar operasional, kami sedang
siapkan agar operasional dan kita akan mengatur SOP (Standard Operating
Procedure) itu bukan hanya untuk websitenya karena (pemblokiran) kemarin
kan untuk websitenya tapi sekarang juga (aturan) untuk aplikasinya,"
kata Rudiantara di Istana Presiden Jakarta, Selasa.
SOP itu
menurut Rudiantara akan diberlakukan secepatnya. "Begitu SOP-nya
tersedia, langsung cepat juga dibuka," ungkap Rudiantara.
Sejak
Jumat 14 Juli pemerintah memblokir Telegram karena "dapat membahayakan
keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus
terorisme". Kemkominfo telah meminta Internet Service Provider (ISP)
untuk memutus akses terhadap 11 DNS Telegram.
CEO Telegram Pavel Durov lalu menyurati Kemenkominfo agar membatalkan pemblokiran dengan menawarkan tiga pilihan langkah.
Pertama, Telegram memblokir semua saluran publik terkait teroris yang sebelumnya telah dilaporkan Kemenkominfo.
Kedua,
meminta Kemenkomifno membuka saluran komunikasi langsung yang
memungkinkan Telegram dapat bekerja lebih efisien dalam mengidentifikasi
dan menghalangi propaganda teroris di masa depan.
Ketiga,
membentuk tim moderator yang berdedikasi dengan pengetahuan dan budaya
Indonesia untuk dapat memproses laporan konten yang berhubungan dengan
teroris lebih cepat dan akurat.
"Pemerintah patokannya manfaat
bagi masyarakat kalau masyarakat menginginkan dibuka secepatnya ya kami
rapikan masalah koridor untuk penapisannya (penyaringannya), jadi
akhirnya (Telegram) diperbolehkan tapi ada koridor penapisan, tidak bisa
suka-suka dong," tambah Rudiantara.
Telegram dianggap tidak
mengindahkan permintaan Kemenkominfo sejak Maret 2016 untuk menutup
sejumlah akun yang terindikasi bermuatan radikal.
Contoh SOP yang ditawarkan Kemenkominfo misalnya self-sencoring (penyaringan pribadi).
"Yang paling bagus adalah self-cencoring yang bisa dilakukan dengan script (bahasa pemograman) tertentu dan self-cencoring
tidak bisa 100 persen, nanti kalau ada yang bocor-bocor ada komunikasi
lagi, yang penting ada keinginan dari semua pihak untuk memitigasi agar
memastikan kita tidak terpapar konten negatif, masyarakat juga senang,"
jelas Rudiantara.
Selain Telegram, Kemenkominfo juga berencana untuk melakukannya terhadap media sosial lainnya.
"Telegram
kan sudah intensif nih, yang lain mulai minggu ini diundang lagi,
artinya mereka sudah pernah diundang. Semua juga ada dimungkinkan untuk
dimasuki terorisme," tambah Rudiantara.
Rudiantara mengakui Telegram memang dinilai paling aman dalam berkomunikasi baik oleh masyarakat Indonesia maupun global.
"Mungkin karena masyarakat nasional maupun global melihat fitur yang paling secure adalah Telegram jadi banyak yang pakai Telegram. Kenapa di website yang dipakai karena website itu panjang, berhalaman-halam bercerita, yang ikut banyak, jadi forum yang perfect
karena kalau aplikasi kan terbatas. Makanya saya katakan pemerintah
tidak punya intensi untuk melakukan penutupan tapi Ayo kita sama-sama
melakukan penapisan," jelas Rudiantara.
Ia lalu berharap masyarakat menggunakan aplikasi mengobrol yang dibuat Indonesia. (*)
Pemerintah Siapkan Solusi untuk Buka Lagi Telegram
Rabu, 19 Juli 2017 10:09 WIB