Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang akan mengumpulkan dan mengelola dana pungutan atas ekspor produk kelapa sawit untuk mendorong pengembangan bahan bakar nabati dan program pengembangan sawit berkelanjutan.
"Perlunya pengumpulan dana untuk mendukung industri perkebunan kelapa sawit," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil dalam konferensi pers Peluncuran Program Pengembangan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan serta Pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Graha Sawala, Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin.
Ia mengatakan kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis nasional.
Mengingat pentingnya kontribusi industri kelapa sawit kepada ekonomi nasional, maka perlunya pemanfaatan sawit yang berkelanjutan terutama dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan untuk mengurangi pemanfaatan devisa untuk sektor energi.
"Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Bersama Malaysia, Indonesia kita itu menguasai sekitar 85 persen pasar produksi dunia," ujarnya.
Ia mengatakan dana pungutan itu akan digunakan dalam mendukung atau memfasilitasi Program Pengembangan Kelapa Sawit yang berkelanjutan.
"Program ini merupakan tindakan lanjutan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 18 Mei 2015," katanya.
Program Pengembangan Kelapa Sawit yang berkelanjutan bertujuan untuk sejumlah tujuan, yakni menjamin pengembangan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan dan untuk mendorong konsumen untuk lebih banyak memanfaatkan BBN.
BBN tersebut merupakan jenis biodiesel yang merupakan bagian energi yang terbarukan atau "green energy".
"Bahan bakar nabati biodiesel ini dapat dihasilkan di dalam negeri untuk menggantikan impor minyak yang berasal dari fosil," ujarnya.
Kemudian, program itu juga bertujuan untuk membantu memberikan insentif agar terjadi proses peremajaan atau "replanting" dari tanaman sawit rakyat dan mendorong pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit.
Tujuan lainnya adalah untuk mendorong penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, mendorong promosi perkebunan kelapa sawit dan membangun sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
Ia mengatakan tingkat produktivitas kebun rakyat jauh di bawah kebun korporat sehingga perlu pengembangan kebun kelapa sawit berkelanjutan agar memberikan hasil yang berkelanjutan.
Selain itu, pendanaan untuk penelitian dan pengembangan sawit juga penting. Ia mengatakan berdasarkan penelitian laboratorium, satu hektare kebun sawit dapat menghasilkan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebanyak 15 ton.
"Bagaimana kebun kelapa sawit kita itu bisa menghasilkan CPO sebanyak mungkin," tuturnya.
Oleh karenanya, penelitian dan pengembangan sawit diperlukan untuk mengoptimalkan hasil perkebunan sawit dan produk turunannya.
Dengan demikian, Badan pengelola akan mendorong percepatan pemanfaatan BBN jenis biodiesel dari bahan baku hasil industri kelapa sawit.
Selain itu, badan pengelola itu juga memfasilitasi program peremajaan perkebunan sawit rakyat, penelitian dan pengembangan kelapa sawit, promosi kelapa sawit, sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit, dan pengembangan sumber daya manusia perkebunan sawit.
Ia mengatakan tarif pungutan atas ekspor produk kelapa sawit adalah 50 dolar AS untuk minyak kelapa sawit murni atau "crude palm oil" (CPO) dan 10-40 dolar AS untuk produk turunan dari kelapa sawit.
Proses pemungutan dana dan tarif akan mulai berlaku per 1 Juli 2015. (*)
Pemerintah Bentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit
Senin, 15 Juni 2015 18:22 WIB