Balikpapan (ANTARA) - Akademisi Kalimantan Timur (Kaltim) menyebut menyalurkan listrik ke desa di wilayah provinsi setempat perlu dukungan kuat agar bisa dilaksanakan dan terwujud, karena ada sejumlah wilayah yang hanya bisa ditempuh lewat sungai atau jalur darat ekstrem.
"Pengangkutan material menyalurkan listrik di suatu wilayah dengan perahu atau mobil dengan kemampuan offroad yang membutuhkan biaya berlipat daripada ongkos angkut material di jalan darat biasa," ujar dosen senior Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Purwadi Purwoharsojo ketika diskusi bersama Jurnalis Kota Balikpapan, di Balikpapan, Kaltim. Senin.
"Jadi upaya menyalurkan listrik ke desa-desa perlu dukungan semua pihak agar bisa dilaksanakan dan terwujud," tambahnya.
Masih terdapat 110 desa yang belum teraliri listrik PLN, sebagian besar berada di wilayah Mahakam Ulu, Kutai Barat, dan Paser. PLN menargetkan 21 desa akan dialiri listrik pada 2025, sebanyak 55 desa pada 2026, dan 34 desa pada 2027.
Solusi teknis yang digunakan meliputi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) komunal, jaringan mikro, dan perbaikan akses logistik ke daerah terpencil, seperti wilayah Long Apari, Long Gelawang, dan kampung-kampung di sepanjang hulu Mahakam menjadi contoh nyata betapa rumitnya menyalurkan listrik ke wilayah pedalaman Kaltim.
PLN sebagai badan usaha milik negara yang bertugas menyediakan listrik bagi masyarakat, harus berani berinvestasi lebih besar lagi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar, termasuk juga terpencil), agar cita-cita pemerataan energi bisa terwujud, menurut Purwadi Purwoharsojo, harus dikerjakan secara konkret di lapangan
Data PLN Unit Induk Distribusi (UID) Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (Kaltimra) tercatat hingga 2025, rasio desa berlistrik PLN di Kalimantan Timur telah mencapai 89 persen.dengan rasio elektrifikasi umum, termasuk sumber non-PLN mencapai 95 persen.
Target yang dipatok Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk mengalirkan listrik ke 5.700 desa terpencil masih dalam batas realistis sepanjang didukung data valid, jelas pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unmul Saipul, dengan perencanaan matang, dan pembagian tanggung jawab yang jelas antarinstansi.
Kemudian perlu juga koordinasi dan peran aktif pemerintah daerah dan perusahaan besar yang eksis untuk untuk mendukung program tersebut, dan ketersediaan listrik sudah menjadi kebutuhan mendasar, sejajar dengan layanan pendidikan dan akses internet.
"Ketahanan atau swasembada energi sudah harus prioritas nasional dalam
ketersediaan, keterjangkauan, kesanggupan, dan penerimaan, artinya harus tersedia, bisa dijangkau, disanggupi harganya, dan diterima masyarakat secara lingkungan," ungkap Saipul.
Peneliti energi dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT Migas) Balikpapan Andi Jumardi juga menyatakan kebijakan pemerintah yang mulai fokus mengalirkan listrik ke desa-desa terpencil merupakan langkah positif yang patut diapresiasi karena menjadi bermanfaat untuk peningkatan taraf hidup rakyat di desa pelosok.
