Sangatta (ANTARA) - Bupati Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Ardiansyah Sulaiman menyatakan kemungkinan data dari pusat masih bermasalah karena jaringan, karena Pemkab Kutim menduduki peringkat pertama dengan jumlah anak tidak bersekolah tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur. Padahal program wajib sekolah 12 tahun sejak tahun 2005
"Data tersebut tercantum pada laman resmi Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen)," katanya di Sangatta, Selasa (17/6).
Ia menjelaskan, dalam data Pusdatin Kemendikdasmen menunjukkan sebanyak 12.802 anak di Kutim tidak bersekolah, dengan rincian 9.463 anak belum pernah bersekolah, 1.451 anak sudah lulus namun tidak melanjutkan, dan 1.888 anak tercatat drop out dari sekolah.
Ardiansyah enggan berkomentar lebih jauh terkait data dari Kemendikdasmen tersebut. Namun, Pemkab Kutim segera berkoordinasi kepada pemerintah pusat untuk memperbaiki data tersebut.
Ia mengemukakan bahwa program mewajibkan belajar 12 tahun bagi para siswa, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur telah menggratiskan pendidikan dari jenjang TK, SD, SMP, hingga SMA.
Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada anak yang putus sekolah. Namun, angkanya tidak sebesar seperti yang ada di laman Pusdatin Kemendikdasmen.
"Makanya tidak nyambung, memang ada orang putus sekolah atau tidak sekolah. Tapi logika-nya tidak sebanyak itu," katanya.
Sementara itu Ketua DPRD Kutai Timur Jimmi, menanggapi hal itu menyatakan data tersebut harus segera ditindaklanjuti.
Menurutnya, rendahnya minat masyarakat terhadap pendidikan menjadi salah satu penyebab tingginya angka anak tidak bersekolah, meskipun pemerintah telah menggratiskan biaya pendidikan.
"Minat masyarakat kita yang belum tumbuh karena merasa bahwa itu tak penting. Padahal itu sesuatu yang prioritas untuk masa depan generasi kita," kata Jimmi.
Lanjutnya, DPRD Kutim akan memanggil dinas terkait untuk membahas persoalan tersebut. Ia menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat untuk mendorong minat untuk bersekolah.