Samarinda (ANTARA) - Ketua tim Kuasa hukum dari anggota DPRD Kalimantan Timur Kamaruddin Ibrahim, Fatimah Asyari, menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi proyek di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk yang menimpa kliennya adalah murni perkara perdata, bukan pidana.
Fatimah didampingi penasihat hukum lainnya terdiri dari John Pricles Silalahi, Maisyarah, Raja Ivan Haryono S, Sudirman, dan Marupa Sinurat.di Samarinda, Jumat, menjelaskan bahwa dugaan pidana yang disangkakan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Kamaruddin Ibrahim terjadi pada tahun 2017-2018. Pada periode tersebut, Kamaruddin Ibrahim belum menjabat sebagai anggota DPRD Kota Balikpapan.
"Pak Kamaruddin pertama kali menjadi anggota DPRD Kota Balikpapan pada Pemilu 2019, sehingga tidak pernah mempergunakan jabatannya untuk hal tersebut," jelas Fatimah.
Kuasa hukum menjelaskan, akar permasalahan bermula pada 29 November 2016 ketika PT Fortuna Aneka Sarana Triguna melakukan negosiasi dengan PT Wijaya Karya Beton Tbk untuk pengadaan beton ready mix senilai Rp101.518.450.000 untuk pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda.
Negosiasi itu dilanjutkan dengan surat perintah kerja pada 27 Januari 2017, yang kemudian melahirkan perjanjian pengadaan barang antara kedua belah pihak.
Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang besar, PT Fortuna mencari mitra kerja sama dan mengajukan proposal kepada PT Telkom. "Dari sana lahirlah kesepakatan antara PT Fortuna Aneka Sarana Triguna dengan PT Telkom untuk dana sebesar Rp17 miliar," terang Fatimah.
Namun, lanjut Fatimah, PT Telkom hanya merealisasikan dana sebesar Rp13,2 miliar yang dikirim dalam dua tahap, yaitu Rp5,5 miliar dan Rp7,7 miliar. Dari jumlah tersebut, PT Fortuna telah mengembalikan sebesar Rp4,05 miliar melalui transfer, sehingga sisa utang yang belum terbayar adalah Rp9,2 miliar.
Terhadap sisa utang ini, PT Fortuna dan PT Telkom telah membuat Akta Kesepakatan tanggal 11 Desember 2019 sebagai bentuk penyelesaian.
Dalam kesepakatan tersebut, PT Fortuna juga memberikan agunan tanah sebagai jaminan pelunasan. Selain akta kesepakatan, terdapat pula Akta Pernyataan Pengakuan Hutang, Akta Jaminan Pribadi (Personal Guarantee), dan Akta Kuasa Untuk Menjual.
"Berdasarkan fakta dan data yang ada, kami sebagai penasihat hukum Saudara Kamaruddin Ibrahim sangat meyakini bahwa permasalahan ini adalah perkara perdata, bukan perkara pidana," kata Fatimah.