Samarinda (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur melaksanakan tindakan ORI (outbreak response immunization) difteri atau pemberian imunisasi DPT-HB-HIB untuk anak usia 1-5 tahun di Kabupaten Berau dalam rangka penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) difteri di wilayah tersebut.
"Pemberian imunisasi ini kami lakukan fokus pada kecamatan yang terpapar KLB difteri,” jelas Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Jaya Mualimin di Samarinda, Jumat.
Jaya menjelaskan difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Gejalanya berupa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan. Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf. Beberapa pasien juga mengalami infeksi kulit. Bakteri penyebab penyakit ini menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh lain.
Ia menjelaskan, sumber penularan melalui manusia (penderita/carrier) melalui droplet (percikan ludah) dari penderita (batuk, bersin, muntah). Reservoir adalah manusia dan masa inkubasi penyakit yaitu dua hingga lima hari dengan masa penularan dari penderita : 2 – 4 minggu (sejak masa inkubasi), dan dari penderita bisa sampai 6 bulan.
Sebagai informasi, di tahun 2023, Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, mendata 8 temuan kasus. Di antaranya 3 orang suspek difteri, 3 orang kompetibel klinis (negatif hasil pemeriksaan laboratorium, namun menunjukkan gejala) dan 2 terkonfirmasi positif difteri. Sementara di tahun 2024, Dinkes Berau mencatat ada 3 temuan kasus, di antaranya 2 terkonfirmasi positif berdasarkan hasil laboratorium dan 1 kompetibel klinis.
Sehingga total temuan kasus terduga difteri sejak akhir tahun 2023 hingga memasuki tahun 2024 berjumlah 11 kasus, 4 di antaranya terkonfirmasi positif.
Sebaran temuan kasus difteri tersebut di antaranya di Kecamatan Teluk Bayur, Kelay dan Kepulauan Derawan.
Menyikapi kejadian itu, lanjut Jaya Pemkab Berau, Kemenag dan semua pihak terkait lainnya saling berkoordinasi untuk melakukan respon cepat pencegahan difteri yang telah masuk kejadian luar biasa ( KLB).
Jaya menegaskan suatu wilayah dinyatakan KLB difteri jika ditemukan 1 (satu) kasus konfirmasi, atau kasus yang berhubungan epidemiologi dengan kasus terkonfirmasi.
" Status KLB tersebut ditetapkan oleh pemerintah daerah dan dilaporkan berjenjang dalam 24 jam ke Kementerian Kesehatan (cq. Dir. Surkarkes)," jelasnya.
Kriteria berakhirnya suatu KLB adalah apabila tidak ditemukan/dilaporkan lagi kasus baru selama 2 kali masa inkubasi terpanjang (sejak tanggal kasus difteri terakhir mulai) dan mempertimbangkan masa penularan terpanjang (4 minggu).
Dalam menyikapi terjadinya peningkatan kasus difteri, masyarakat dianjurkan untuk memeriksa status imunisasi masing-masing untuk mengetahui apakah status imunisasi sudah lengkap atau belum, sesuai jadwal dan umur. Jika belum lengkap, agar dilengkapi.
Kemudian, masyarakat diminta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (sehari-hari dan seterusnya), mempergunakan masker bila sedang batuk-pilek, berobat ke pelayanan kesehatan terdekat bila merasa ada gejala difteri, melaporkan ke puskesmas terdekat bila mengetahui ada seseorang yang menunjukkan gejala difteri, mematuhi petunjuk minum obat antibiotika bagi kontak kasus difteri dan kasus penderita difteri.
Tidak mengunjungi pasien difteri yang dirawat di ruang isolasi rumah sakit atau puskesmas, agar tidak tertular. Mendukung dan bersikap kooperatif jika di tempat tinggal diadakan ORI.