Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi membantah harga cabai rawit merah di suatu daerah yang disebutkan melambung tinggi ke harga Rp450 ribu per kg.
“NFA mendorong dilakukannya cross check untuk memastikan kebenaran isu tersebut, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang akurat,” kata Kepala NFA Arief dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Arief menuturkan bahwa NFA memiliki panel harga pangan yang menjadi referensi bagi perkembangan harga secara nasional yang dihimpun dari enumerator harga yang memantau perkembangan harga pangan secara harian di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
Menilik Panel Harga Pangan NFA, harga rata-rata semua provinsi untuk cabai rawit merah di 1 Desember berada di angka Rp84.460 per kg. Harga cabai rawit merah kemudian mulai mengalami perubahan menjadi Rp83.870 per kg pada 18 Desember. Provinsi yang mengalami harga tertinggi ada di Kalimantan Utara dan harga terendah berada di Provinsi Sumatera Barat.
Kendati membantah harga cabai rawit merah melambung tinggi, Arief mengakui bahwa memang terjadi kekurangan pasokan cabai rawit merah di beberapa daerah akibat belum meratanya produksi dan distribusi pasokan terutama ke daerah yang defisit.
Baca juga: BI Kaltim: Gerakan tanam cabai dapat redam inflasi
“Misalnya di Pasar Induk Kramat Jati di bulan lalu, pasokan cabai rawit merah disana sempat turun sampai 6 persen. Segera kami bantu mobilisasi pangan melalui skema FDP (Fasilitasi Distribusi Pangan) berupa pasokan 5 ton,” ujarnya pula.
Ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam mengatasi gejolak harga pangan. Apabila pemerintah daerah menemukan indikator adanya eskalasi harga pangan yang tidak normal, tentunya pemerintah pusat senantiasa sigap bahu-membahu mengatasinya.
Cabai rawit merah harga wajar, dicontohkannya, terdapat di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur yang dijual dengan harga Rp50.000 per kg karena cabai berasal dari produksi lokal setempat.
“Terkait cabai rawit merah, artinya produksinya perlu didekatkan ke daerah-daerah yang defisit pasokan namun cukup tinggi konsumen. Kita semua harus dorong produksi, bisa berupa menggalakkan urban farming. Ini akan sangat membantu. Masyarakat bisa tanam di pekarangan atau kebun menggunakan polybag,” kata dia lagi.
Baca juga: Pemprov Kaltim serahkan dua ribu bibit cabai ke PKK Samarinda