Pemerintah Kota Samarinda menaikkan status peristiwa kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang dari Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) menjadi Tanggap Darurat.
"Peningkatan status tersebut dilakukan sebagai bentuk antisipasi potensi kerugian dan dampak yang berlarut-larut, terutama pada kesehatan masyarakat," kata Wali Kota Samarinda Andi Harun di Samarinda, Kamis.
Rujukan peningkatan status kebakaran lahan sejak 24 September 2023 itu adalah Surat Keputusan Gubernur Nomor 100.3.3.1/K620/2023 tentang Karhutla.
Andi Harun menyebut peningkatan status kebakaran lahan di TPA Bukit Pinang berarti Pemkot Samarinda dapat mengerahkan seluruh sumber daya secara maksimal guna percepatan penanganan kebakaran itu.
Baca juga: Polresta Samarinda bantu padamkan api di TPA Bukit Pinang
“Melalui rapat, kami sepakat personel gabungan TNI-Polri, Disdamkar, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, PMI, serta tim relawan akan bekerja penuh sehari, menggunakan sistem bergilir. Secara kolaboratif, para personel akan bekerja 24 jam, yang nantinya akan dibagi menjadi tiga jadwal kerja,” tuturnya.
Baca juga: Polresta Samarinda bantu padamkan api di TPA Bukit Pinang
“Melalui rapat, kami sepakat personel gabungan TNI-Polri, Disdamkar, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, PMI, serta tim relawan akan bekerja penuh sehari, menggunakan sistem bergilir. Secara kolaboratif, para personel akan bekerja 24 jam, yang nantinya akan dibagi menjadi tiga jadwal kerja,” tuturnya.
Pemkot Samarinda juga akan menambah jumlah operator, alat berat, tangki dan air untuk penanganan yang lebih maksimal.
“Kami akan petakan malam ini dan dieksekusi langsung oleh tim gabungan,” tuturnya.
Sebelumnya, BPBD Samarinda melaporkan area lahan TPA Bukit Pinang kembali memuculkan api sekira pukul 23.30 WITA. Selasa (26/9) malam
Baca juga: BPBD Samarinda upaya penuntasan kebakaran TPA Bukit Pinang
Baca juga: BPBD Samarinda upaya penuntasan kebakaran TPA Bukit Pinang
Api kembali muncul karena penanganan tim gabungan pada malam hari sempat terhenti. Sisa api yang tersimpan di bawah tumpukan sampah bercampur dengan gas metana sehingga memicu kobaran api yang lebih besar.
“Kebakaran terjadi lagi karena tidak ada keberlanjutan penanganan,” kata Andi Harun.