Samarinda (ANTARA) -
Pengamat politik Universitas Mulawarman Samarinda Budiman memaparkan upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan menghindari golput yang menjadi tantangan oleh banyak negara, termasuk Indonesia, tidak terkecuali di Kaltim, yang mengalami tingkat partisipasi pemilih yang rendah pada tahun 2020.
"Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan berbagai upaya yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penyelenggara pemilu, dan masyarakat," ujar Budiman di Samarinda, Rabu.
Dikemukakannya, penyelenggara maupun peserta pemilu penting untuk memahami faktor-faktor yang membuat orang enggan datang ke Tempat Pemilihan Suara (TPS) atau memilih golput. Salah satu faktor adalah kekecewaan terhadap kinerja para calon atau partai politik yang ada.
Kekecewaan ini bisa timbul karena janji-janji yang tidak dipenuhi atau kurangnya kepercayaan terhadap integritas dan kompetensi calon.
"Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas calon dan memperbaiki citra politik agar masyarakat memiliki harapan yang lebih besar terhadap pemilihan," katanya.
Selain itu, kata Budiman, masih banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya ikut serta dalam proses demokrasi. Sejumlah masyarakat tidak menyadari bahwa masa depan daerah atau negara ditentukan oleh pilihan mereka.
"Itulah perlu dilakukan sosialisasi yang intensif dan efektif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam pemilihan umum," ucapnya.
Budiman menyampaikan, sosialisasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti kampanye di sekolah-sekolah, kampus-kampus, media sosial, dan komunitas-komunitas masyarakat.
"Lembaga penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga memiliki peran penting dalam meningkatkan partisipasi pemilih," imbuhnya.
Menurutnya, penyelenggara harus aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang proses pemilihan, hak dan kewajiban pemilih, serta memberikan informasi yang jelas dan mudah diakses mengenai calon-calon yang bertarung dalam pemilihan.
Selain itu, mereka juga harus menjaga integritas dan independensi dalam menjalankan tugas mereka agar masyarakat memiliki kepercayaan yang lebih besar terhadap lembaga-lembaga ini.
Selain upaya dari pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu, partisipasi pemilih juga dapat ditingkatkan melalui peran aktif dari masyarakat itu sendiri.
"Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk ikut serta dalam proses demokrasi dan memberikan suara mereka," tandas Budiman.
Kendati demikian, perlu adanya kerjasama antara berbagai elemen masyarakat, seperti akademisi, pemuda, dan komunitas-komunitas masyarakat, untuk melakukan sosialisasi dan mengajak orang-orang untuk ikut memilih.
Selain sosialisasi, ujar Budiman, faktor aksesibilitas juga perlu diperhatikan. Pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa pemilih dapat dengan mudah mengakses tempat pemungutan suara.
"Terutama di daerah-daerah terpencil atau yang sulit dijangkau, langkah-langkah khusus perlu diambil untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memilih," bebernya.
Selain itu, perlu juga dilakukan evaluasi terhadap kebijakan yang ada, seperti jadwal libur pada saat pemilihan umum.
Kebijakan ini harus dipertimbangkan agar tidak mengganggu partisipasi pemilih, terutama bagi mereka yang merencanakan perjalanan pulang kampung atau ke luar kota pada saat pemilihan.
"Kondisi itu pernah terjadi pada Pemilu sebelumnya," tambahnya.
Jika memungkinkan, langkah-langkah fleksibel dapat diambil untuk memastikan bahwa semua pemilih memiliki kesempatan yang adil untuk ikut serta.
Ia mencetuskan, dalam menjalankan upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih, perlu adanya kerja sama yang erat antara pemerintah, lembaga penyelenggara pemilu, dan masyarakat.
"Tantangan ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja, melainkan memerlukan kolaborasi dan komitmen dari semua pihak yang terlibat. Dengan langkah-langkah yang tepat dan upaya yang berkelanjutan, diharapkan partisipasi pemilih dapat meningkat dan golput dapat dihindari," tutup Budiman.
Beberapa waktu lalu Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kaltim Sufian Agus mengungkapkan, pada pilkada 2020 lalu, tingkat partisipasi pemilih tertinggi ada di Kabupaten Mahakam Ulu dengan persentase 78,6 persen dari 26.544 Daftar Pemilih Tetap (DPT), diikuti Kutai Barat 71,97 persen dari 113.794 DPT, berikutnya Bontang 71,94 persen dari 121.694 DPT.
“Kemudian pada urutan tingkat partisipasi pemilih pada pilkada 2020 lalu ditempati Kabupaten Berau 70,43 persen dari 159.254 DPT, lalu Paser 68,55 persen dari 187.877 DPT, dilanjutkan Kutim 66,51 persen dari 232.641 DPT,” sebut Sufian Agus.
Urutan berikutnya Kota Balikpapan dengan angka partisipasi 60,13 persen dari 443.243 DPT, terus Kutai Kartanegara 57 persen dari 488.055 DPT dan terendah Samarinda 52,26 persen dari 576.981 DPT.