Samarinda (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor menargetkan angka prevalensi stunting di daerah yang dipimpinnya ini dapat turun menjadi 14 persen pada 2024, atau turun hampir 8 persen ketimbang 2021 yang tercatat 22,8 persen.
"Saat ini prevalensi stunting rata-rata nasional adalah sebesar 24,4 persen, sementara di Kaltim di angka 22,8 persen. Ini berarti Kaltim masih di bawah rata-rata nasional," ujar Isran saat Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Samarinda, Senin (18/7).
Meski targetnya telah ditetapkan sebesar 14 persen, namun ia tetap berharap di tahun 2024 mendatang, Provinsi Kaltim mampu mencapai lebih baik, yakni sebesar 12,83 persen, sehingga perlu upaya serius dan kerja keras seluruh pihak serta kerja sama lintas sektor.
Peringatan Harganas ke-29 ini, lanjutnya, merupakan bentuk apresiasi yang diberikan oleh negara terhadap peran keluarga dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas, termasuk salah satunya adalah mencegah stunting.
Peringatan Harganas ini diinisiasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Kaltim yang mengusung tema "Ayo Cegah Stunting", digelar di Hotel Harris Samarinda.
Kepala BKKBN Kaltim Sunarto mengatakan, dalam upaya percepatan penurunan stunting, Pemerintah Provinsi Kaltim telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat Kaltim dengan Ketua Pelaksana Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi.
Dari TPPS tingkat Kaltim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan TPPS di tingkat kabupaten/kota, bahkan hingga tingkat desa maupun kelurahan.
Sedangkan untuk mendukung pelaksana tugas TPPS, BKKBN Kaltim juga merekrut Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penurunan Stunting, dengan tujuan untuk meningkatkan koordinasi yang insentif dan efektif antara Satgas PPS dengan para pemangku kebijakan.
"Permasalahan serius dalam pembangunan sumber daya manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang, adalah akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, sanitasi buruk, dan kurangnya pengasuhan selama 1.000 hari pertama kehidupan, sehingga anak menjadi stunting," ucap Sunarto.
Menurutnya, penyebab seorang balita gagal tumbuh atau stunting karena pertumbuhan sel otak yang tidak maksimal, sehingga ke depan dapat menurunkan produktivitas.