Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Pusat Rehabilitasi Orangutan Kalimantan Timur Samboja Lestari (PROKT-SL) kembali menerima tiga orangutan baru untuk direhabilitasi, Kamis.
Sebelumnya ketiga orangutan tersebut dijemput sendiri oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) selaku pengelola Samboja Lestari.
Ketiga orangutan dijemput dari kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Seksi Konservasi Wilayah II di Tenggarong, Kutai Kartanegara.
"Ada satu orangutan jantan berusia 2 tahun, dan dua betina masing-masing berusia 4 tahun dan 5 tahun," kata Suwardi, staf Komunikasi Program Samboja Lestari, yang dihubungi dari Balikpapan.
Suwardi menuturkan ketiga orangutan yang tidak diberi nama itu ditemukan dari tiga tempat yang berbeda pula di Kalimantan Timur.
Orangutan jantan tersebut telah dipelihara sejak setahun terakhir.
Sebelumnya ia ditemukan di tepi jalan di sebuah perkebunan kelapa sawit di Kutai Kartanegara.
Orangutan betina yang diperkirakan berusia 4 tahun ditemukan di sebuah kebun milik masyarakat di Sangatta, Kutai Timur. Orangutan itu disebutkan sudah dipelihara di kebun itu selama 3 tahun.
Orangutan betina yang berusia 5 tahun adalah orangutan yang diserahkan masyarakat Samarinda ke Universitas Mulawarman.
"Orangutan menjadi korban atas lenyapnya kawasan hutan yang menjadi habitat alami mereka," kata Suwardi.
Hutan hilang digantikan perkebunan kelapa sawit atau lahan pertambangan batubara. Karena habitatnya hilang menjadi kebun sawit, orangutan juga dianggap hama di kebun itu karena kesukaannya memakan pucuk sawit muda. Sebab itulah ia menjadi buruan masyarakat.
Orangutan dewasa dibunuh dan anaknya yang terlantar ditangkap untuk dijadikan peliharaan.
"Ini juga memprihatinkan karena mereka satwa liar, tapi terpaksa hidup di dalam kandang yang sempit. Perlakuan itu bisa mengubah, bahkan menghilangkan sifat-sifat orangutan itu, sifat-sifat yang diperlukannya untuk hidup liar di alam bebas," papar Suwardi.
Untuk mengembalikan mereka ke alam bebas, orangutan yang berhasil diselamatkan itu harus dididik atau direhabilitasi kembali menjadi liar. Menurut Suwardi, itulah yang dilakukan di Samboja Lestari di Kutai Kartanegara.
Di Samboja Lestari, orangutan bersekolah, diajarkan mulai dari memilih makanan, memanjat pohon, membuat sarang, dan bersosialisasi dengan orangutan-orangutan lain, sebelum akhirnya mereka dilepasliarkan ke habitat aslinya.
Yayasan BOS memiliki hutan Kehje Sewen di Kalimantan Timur, hutan yang dulunya bekas konsesi penebangan kayu untuk melepasliarkan orangutan yang direhabilitasi di Samboja Lestari. Hutan ini dikelola PT Rehabilitasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI).
Orangutan yang masih bayi tidak bisa langsung dilepaskan begitu saja karena sebagai primata seperti juga manusia, bayi orangutan juga membutuhkan induknya untuk melindunginya, melatih, dan mengajari sampai bayi orangutan tersebut mampu mandiri hidup di hutan.
"Selama direhabilitasi, satu orangutan membutuhkan biaya antara Rp3 juta sampai Rp4 juta per bulan," kata Aschta Boestani Tajudin, manajer PROKT Samboja Lestari. Biaya itu terutama untuk makan dan kesehatan orangutan.
Dengan penghuni mencapai 227 orangutan, maka BOS menghabiskan Rp800 juta per bulan untuk memelihara dan mendidik meliarkan kembali orangutannya.
"Dana untuk itu kami galang dari berbagai pihak di seluruh dunia, dari mereka yang peduli kepada nasib orangutan Borneo," demikian Aschta Boestani Tajudin. (*)