Samarinda (ANTARA) - Kalimantan Timur patut berbangga, karena salah satu anak muda Kaltim mejadi delegasi Indonesia dalam United Nation 75 youth plenary, beberpa waktu lalu bersama 11 pemuda lainnya.
Nor Anisa, gadis kelahiran Samarinda, 29 Mei 1996 silam, mengikuti United Nations (UN) 75 Youth Plenary yang dilangsungkan secara virtual. Diskusi dipimpin dan digerakkan oleh pemuda yang disiarkan langsung di TV Web PBB dan saluran media sosial milik PBB.
Dalam kegiatan yang mengusung tema The Future We Want, The UN We Need: The Future of Multilateralism, Nor Anisa mengisi sesi digital and technologies impact.
"Di sesi ini saya membuat policy recomendation terkait pendekatan teknologi dalam meningkatkan paltform lapangan pekerjaan sektor informal seperti sharing economy, fintec, " katanya di Samarinda, Sabtu.
Kemudian pada forum ini dia mendorong adanya subsidi pemerintah lokal untuk memberikan fasilitas internet dan kebutuhan sekolah jarak jauh di Kawasan Afrika Selatan.
Afrika Selatan saat ini mengalami krisis pelayanan publik dan internet yang diperburuk dalam situasi COVID-19. Berbeda dengan Indonesia yang sudah cukup baik jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut.
"Saat ini kita sudah memiliki subisidi khususnya anak anak sekolah saat ini,"ungkap Nisa.
Diceritakan mahasiswi tingkat akhir di Universitas Mulwarman ini di ajang tersebut tak terlepas dari keikutsertaannya sebagai delegasi Republik Indonesia yg dipilih oleh kemenpora dan perutusan tetap republik New York untuk kegiatan Ecosoc Youth forum 2019 di PBB new York, da, sejak saat itu dirinya menjadi mitra Kemenpora.
"Saya termemotivasi untuk mengikuti program ini karena partisipasi anak anak daerah yang dari Kalimantan masih sangat minim untuk mengikuti platform pemuda global kalo dibandingkan dengan pemuda lainnya. Jadi saya mau orang tahu bahwa pemuda Kaltim bisa setara dengan pemuda Indonesia dan dunia lainnya,"katanya.
Untuk itu, Anisa yang juga masih menjabat sebagai Koordinator Aksi Pemuda Indonesia oleh United Nations Conference on Trade and Development sejak tahun 2018.
Dia juga mengaku saat ini sedang mengembangkan platform pemuda Asean bersama delegasi lain untuk membahas isu isu pemulihan COVID-19 baik teknologi, ekonomi maupun pendidikan paska new normal yang tentu di dukung pula Kemenpora.
"Rasanya bersyukur sekali bisa menjadi satu dari 12 pemuda yang mewakili Indonesia karena dari dulu saya selalu bangga mewakili kaltim diantara teman Indonesia atau teman internasional," katanya.
Dia mengaku banyak belajar dan beruntung bisa bertemu menteri Indonesia, menteri di beberapa negara. "East Kalimantan has diversity of culture and we are oldest kingdom of hinduism in Indonesia" (Kalimantan Timur memiliki keragaman budaya dan Kaltim memiliki kerajaan tertua hindu di Indonesia,red) yakni di Kutai kartanegara.
Disamping itu, Kaltim memiliki sektor pembangunan seperti pertambangan, sawit dan memiliki pesut.
"Saya sangat senang walaupun hanya bisa menyampaikan pesan singkat dalam percakapan tapi setidaknya saya ada upaya merubah stigma orang diluar sana yg menganggap Kaltim hanyalah hutan dan sungai,"katanya lagi.
Dirinya pun berharap pemuda Kaltim untuk optimis dan terus berambisi, karena kalau tidak berambisi, mau jadi apa pemuda di masa depan.
"Harus punya skill dan wawasan global dan menerapkan motto "thinking globally Action locally", berpikir secara global bertindak secara lokal, karena pemerintah kita apalagi didaerah tentu memiliki pemikiran terbatas dalam mengembangkan inovasi jadi kita perlu mengeksplor di luar sana,"pesannya.
Nisa yang juga berprofesi sebagai peneliti mengungkapkan sejumlah harapan untuk pemuda khususnya untuk tetap meningkat kan literasi digital saat ini dan kedepan hari karena situasi seperti skrg maupun akan mendatang semua akan serba digital.
Namun digital tidak hanya tentang kemajuan saja tapi tantangan yakni ketika pemuda tidak bisa mempersiapkan keterampilan dengan baik maka akan kehilangan pekerjaan.
Saat ini, kata dia pabrik, perbankan, pendidikan akan menggunakan teknologi. Jadi diusahakan kita harus kritis, karena dengan kita kritis kita bisa memiliki public speaking, analisa permasalahan yg baik kita mampu bersaing dengan teknologi karena teknologi dan digital hanya lah sebuah sistem yg bisa mengerjakan pekerjaan secara berulang dan tidak mampu memiliki rasa empati.
Nor Anisa adalah putri dari Muhammad Salim dan Ida Mathelda ini menginovasi pemuda agar sebaik mungkin memanfaatkan teknologi, sehingga anak muda lah yang mengendalikan teknologi, bukan teknologi yang mengendalikan manusia.