Sangatta (ANTARA News Kaltim) - Anggota DPRD Kutai Timur Kalimantan Timur H Sudiyanto mengatakan batas wilayah antardesa di pedalaman Kutai Timur masih menjadi persoalan yang menghambat program pembangunan di daerah itu.
"Hingga saat ini batas-batas wilayah antara desa satu dengan desa lainnya di tiga kecamatan di sana masih terjadi, sehingga program pembangunan tidak bisa dilaksanakan sesuai agenda pemerintah," kata Sudiyanto, anggota DPRD asal daerah pemilihan wilayah itu, Minggu.
Menurut Sudiyanto dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) Kutai Timur yang tergabung dalam Fraksi Aksi DPRD Kutai Timur, perebutan wilayah dan saling klaim wilayah antara desa yang sulit diselesaikan menjadi faktor penghambat majunya daerah itu.
Menurut dia, seperti yang terjadi di tiga kecamatan wilayah pedalaman Kutai timur yakni antara Desa Nehes Liah Bing (Selabing) Kecamatan Muara Wahau dengan masyarakat Miau Baru Kecamatan Kongbeng, warga Desa Kelinjau Ilir dan Kelinjau Hulu serta Desa Senyiur Kecamatan Muara Ancalong, kemudian warga Desa Ngayau Kecamatan Muara Bengkal.
Selain menjadi hambatan program pembangunan, menurut Sudiyanto, konflik tapal batas mengganggu kepercayaan investor untuk menjalankan usahanya di wilayah itu.
Padahal Pemkab Kutai Timur, katanya, telah berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelaku bisnis.
Ia mengatakan proses damai yang selama ini dilakukan Pemkab dan DPRD bersama unsur terkait belum berhasil menemukan solusi, padahal sudah berlangsung cukup lama.
Ini sulit ketemu dan menemukan kesepakatan karena masing-masing pihak mempertahankan pendapatnya dan tidak mengharga pendapat orang lain.
Meski demikian pihaknya akan terus melakukan pendekatan agar semua pihak yang bersengketa agar masalahnya selesai dan tidak menimbulkan konflik di antara sesama masyarakat kita.
Hindari Konflik
Sebelumnya, Bupati Kutai Timur Isran Noor meminta semua masyarakat yang berada di daerah perbatasan terutama desa yang bersengketa agar tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan perpecahan.
"Jangan ada yang bertindak anarkis terkait tapal batas wilayah, karena bertikai itu tidak menyelesaikan masalah, tetapi justru akan merugikan masyarakat sendiri," kata Isran Noor yang juga Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kepala Daerah Seluruh Indonesia (Apkasi).
Menurut Isran Noor, perbedaan pendapat boleh-boleh saja, tetapi jangan karena masalah batas desa tidak selesai menjadikan konflik, padahal desa satu dengan desa lainnya masih hubungan keluarga.
"Buat apa ribu-ribut gara-gara batas, rugi lebih baik membangun supaya `kampong etam` bagus dan maju. Serahkan kepada Pemerintah bersama DPRD dan masyarakat dan tokoh adat dan tokoh masyarakat," katanya. (*)
Anggota DPRD: Batas Wilayah Desa Jadi Hambatan
Minggu, 22 Juli 2012 8:09 WIB