Surabaya (ANTARA) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki banyak kesamaan, sehingga tidak perlu diperdalam perbedaannya.
"Saya pikir kenapa kita harus memperdalam perbedaan? Padahal banyak sekali persamaannya," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Sabtu.
Pernyataan Risma tersebut juga sempat disampaikan kepada ratusan pengurus Muhammadiyah, NU, Aisyiyah dan Muslimat saat menghadiri acara nonton bersama film berjudul "Jejak Langkah 2 Ulama Muhammadiyah dan NU" di salah satu hotel di Surabaya pada Jumat (21/2) malam. Acara tersebut digelar dengan tujuan untuk mewujudkan rasa persatuan dan harmonisasi kedua organisasi islam, yakni Muhammadiyah dan Nahdhalatul Ulama (NU).
Untuk itu, Wali Kota Risma berharap semua komponen masyarakat bersama-sama kompak dalam mengatasi permasalahan sosial yang ada tanpa mengedapankan perbedaan, terutama dalam menyelamatkan anak-anak dari segala hiruk pikuk permasalahan.
"Sekarang ini masalah yang terjadi pada anak-anak sangat kompleks apalagi usia remaja. Sebenarnya anak-anak itu lemah sekali. Sampai saya putuskan menutup lokalisasi (Dolly) itu adalah bagian dari menyelamatkan mereka," katanya.
Selain itu, ia berharap anak-anak di era saat ini lebih dirangkul dan dibekali ilmu akhlak, seperti yang diajarkan Umar Bin Khatab saat menjadi pemimpin. "Saya yakin dengan keseimbangan ilmu agama dan akhlak maka anak-anak kita akan menjadi luar biasa," katanya.
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya M. Arif An sebelumnya mengatakan film "Jejak Langkah 2 Ulama" menceritakan tentang dua tokoh besar umat Islam di Indonesia yakni K.H. Ahmad Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah dan K.H. Hasyim Asyari pendiri NU.
"Dalam film tersebut, mengangkat perjalanan dan persahabatan kedua tokoh besar saat masa remaja yang sedang belajar di pondok pesantren yang sama," katanya.
Selain itu, lanjut dia, film ini juga menceritakan secara detail bagaimana masa remaja mereka dalam yang menuntut ilmu di satu pesantren dan guru yang sama. Kemudian kedua pemuka agama ini berpisah lantaran masa studi yang sudah habis.
"Mereka juga pernah belajar di Mekkah Arab Saudi meskipun tidak dalam waktu yang bersamaan itu juga ada ditayangan tersebut," kata Cak Arif An sapaan akrabnya.
Ia menceritakan bukti persahabatan, kedua tokoh ini sangat luar biasa terutama saat K.H. Ahmad Dahlan wafat. Kabar itu kemudian disampaikan oleh K.H. Hasyim Asyari melalui utusannya. Pada momen itu, K.H. Hasyim Asyari mengatakan Pondok Pesantren (Ponpes) Tebu Ireng, Jombang berduka.
"Beliau menyatakan Tebu Ireng berduka. Selama tujuh hari berturut-turut beliau berkirim doa dan tahlilan sebagai bentuk kesetiaan persabahatan dua tokoh besar ini," ujarnya.
Nnatinya, lanjut dia, film ini akan tayang di semua sekolah dari SD-SMA yang berbasis Islam di seluruh Indonesia.
"Biar para pelajar dapat mengerti perjuangan para tokoh ulama ini tidak hanya dari buku saja, melainkan kemasan berbentuk film yang lebih mudah memahami," katanya.