Jakarta (ANTARA News) - Dokter Mary dan tujuh rekannya dalam tim
Nusantara Sehat periode pertama sudah siap menghadapi hal terburuk saat
hendak bertugas di Distrik Ninati, Kabupaten Boven Digoel, Papua.
Namun
mereka menghadapi kondisi di luar bayangan mereka sesampainya di
lokasi. "Pertama kali kami sampai di sana, benar-benar di luar bayangan
kami," kata Mary Sabrina Purba, dokter muda asal Medan yang mengikuti
program Nusantara Sehat dan telah menyelesaikan tugas dua tahunnya.
Tim
tenaga kesehatan yang ditempatkan di Distrik Ninati sudah mendapat informasi bahwa jalan di sana tanpa aspal. Namun, mereka tidak
membayangkan jalan dari kabupaten menuju distrik seperti jalanan di area
tambang, jalan tanah merah yang kadang lumpurnya bisa setinggi ban
mobil jeep.
Mereka juga mendapat informasi bahwa Distrik Ninati
kekurangan tenaga kesehatan. Namun yang mereka lihat ketika tiba di sana
adalah puskesmas yang sudah bertahun-tahun tutup dan masih memajang
foto Presiden Soeharto di ruangannya.
"Sebelumnya masyarakat berobat di Pos Satgas TNI perbatasan atau pergi ke klinik di Papua Nugini," kata Mary.
Ia menuturkan bahwa sebagian warga Distrik Ninati memanfaatkan layanan
klinik kesehatan di sebuah kampung Papua Nugini yang jaraknya sekitar
lima kilometer dari daerah mereka, dan sisanya menggunakan pengobatan
tradisional sesuai adat ketika sakit.
Sesampainya di Distrik Ninati, satu hari perjalanan dari Kabupaten Boven
Digoel, Mary dan timnya membangun kembali puskesmas dengan bantuan tiga
petugas kesehatan yang sudah ada sebelumnya.
"Di sana tidak ada
listrik, tidak ada pasar, mata uang campuran rupiah dan kina. Kami
setiap hari hanya makan mi instan dan ikan kepala putus alias ikan
kaleng," kata Mary.
"Logistik kami beli dari distrik sebelah,
kalau harus ke kabupaten berat di ongkos kakak, karena ojek sekali jalan
Rp2 juta, pulang pergi sudah Rp4 juta," kata dia.
Jemput Bola
Mary
menuturkan pengalamannya bekerja di Ninati bersama timnya. Dokter 29
tahun itu mengatakan bahwa di sana timnya harus "menjemput bola",
berkunjung dari rumah ke rumah untuk melakukan penyuluhan dan pelayanan
kesehatan.
Setiap awal bulan, Mary dan timnya harus berjalan kaki mengunjungi satu
per satu lima kampung di Ninati untuk mengadakan puskesmas keliling.
Kampung
paling jauh jaraknya 17 kilometer dan biasa ditempuh dengan jalan kaki
selama lima jam. Kampung terdekat jaraknya sekitar lima kilometer dari
tempat mereka tinggal.
Para peserta Nusantara Sehat ditugaskan
tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif. Misi
utamanya justru mengubah pola hidup warga daerah menjadi lebih sehat.
Dan itu bukan pekerjaan mudah.
"Dari yang tidak pernah mandi, setahun tiga kali bagikan sabun, sikat
gigi, dan odol. Kami adakan lomba mandi bersih, kami ajak nona-nona muda
mandi di kali dengan suster-suster, menggunakan sabun bagaimana, sikat
gigi jangan dibagikan karena menyebarkan penyakit," kata Mary.
Selain itu, tata cara persalinan Suku Muyu yang tinggal di Distrik Ninati
berisiko menimbulkan komplikasi kesehatan dan para petugas berusaha
mengatasi masalah itu.
Di sana, perempuan hamil yang akan melahirkan ditempatkan di befak, gubuk kecil di luar rumah yang dikhususkan untuk perempuan melahirkan, dan hanya sang suami yang boleh membantu persalinannya.
"Sejauh
ini kami memang tidak bisa 100 persen mengubah, tapi setidaknya mereka
mau memanggil kita ke befak untuk menolong. Mereka sadar kalau sendiri
menolong, bisa terjadi hal yang tidak diinginkan," kata Mary.
"Kami berikan penyuluhan, (bahwa) kami hanya petugas kesehatan untuk menolong, tidak akan menyalahi aturan adat," kata dia.
Di
tempat penugasan, dokter peserta program Nusantara Sehat kadang juga
menghadapi kejadian lucu karena ketidaktahuan yang sebenarnya
menyedihkan.
Dokter Prabjot Singh yang bertugas di Puskesmas Long
Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu,
Kalimantan Timur, suatu saat didatangi pasien dengan enam anak. Dia
kemudian menanyakan apakah si pasien tidak mengikuti program Keluarga
Berencana (KB).
"Sudah KB Pak Dokter," kata ibu enam anak itu, membuat dokter Singh dan bidan yang mendampinginya bertanya-tanya.
Bidan kemudian menanyakan metode kontrasepsi yang dia gunakan, dan si ibu menjawab bahwa dia menggunakan pil KB.
Mendengar
jawaban itu, dokter bertanya: "Memang bagaimana cara makan obatnya?"
Dan si ibu menjawab: "Pil KB 10 saya giling saya campur dalam sop".
Kesehatan Berkeadilan
Peserta program Nusantara Sehat periode pertama yang meliputi 142 orang
dalam 20 tim untuk 20 puskesmas di Tanah Air berangkat ke tempat tugas
pada April 2015 dan telah menyelesaikan pengabdiannya pada Mei 2017.
Sejak
2015, Kementerian Kesehatan telah mengirim 1.769 tenaga kesehatan
terdiri atas dokter, bidan, perawat, ahli laboratorium medik, tenaga
kesehatan masyarakat, ahli gizi, dan tenaga kefarmasian ke 311 puskesmas
daerah terpencil, kepulauan, dan perbatasan di seluruh Indonesia.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyebut peserta program Nusantara Sehat
sebagai orang-orang yang membela dan memperjuangkan negara dengan
memberikan pelayanan kesehatan seadil-adilnya.
"Negara kita ini bukan negara yang mudah dijangkau. Ada 17 ribu pulau
dan geografis yang tidak sama. Tenaga kesehatan memang inginnya bertugas
di kota besar, tapi masyarakat inginkan keadilan berada, maka kita
harus upayakan keadilan yang merata," kata Nila.
Dia mengatakan program Nusantara Sehat akan dilanjutkan untuk memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang belum mendapat akses layanan.
"Yang kita harapkan bukan cuma memberi pengobatan, tapi mengubah
perilaku masyarakat. Untuk mengurangi penyakit cacingan, harus cuci
tangan dengan sabun, bukan memberikan obat cacing," kata Nila. (*)
Pengabdian Para Pejuang Kesehatan
Rabu, 31 Mei 2017 10:54 WIB
Kalau harus ke kabupaten berat di ongkos kakak, karena ojek sekali jalan Rp2 juta, pulang pergi sudah Rp4 juta