Jakarta (ANTARA News) - Heri Busono, 66, masih menerima tamu usai
pemakaman anak tengahnya, Brigadir Satu Polisi (Anumerta) Taufan
Tsunami, yang gugur saat bertugas di Terminal Kampung Melyu, Jakarta
Timur, Rabu (24/5) malam.
"Ini foto kami,
beberapa bulan yang lalu," kata Heri kepada wartawan yang datang ke
rumahnya di Kranggan, Bekasi Barat, Kamis (25/5) siang.
Foto
Heri bersama anak dan cucunya itu diambil saat makan bersama merayakan
hari ulang tahunnya beberapa waktu lalu, kini terpasang di ruang
keluarga bersama foto lama keluarga mereka.
Taufan (23), berada di paling ujung kanan dalam foto keluarga itu. Ia sudah lama
bercita-cita ingin menjadi polisi, sejak Sekolah Dasar selalu menjawab
“jadi polisi dan dokter†bila ditanya.
Saat
mengambil raport-nya di bangku terakhir Sekolah Menengah Atas beberapa
tahun lalu, Heri melihat tulisan "cita-cita menjadi polisi, pengacara
dan dokter," di salah satu halaman.
Maka itu, Heri, yang berwiraswasta, mendukung penuh keinginan sang anak untuk mendaftar kepolisian selepas SMA.
Sehari-hari, Taufan yang bertugas di Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya ini berangkat selepas subuh menuju ke kantornya.
Selama
di perjalanan, ia selalu menyempatkan diri menelepon ibunya, untuk
menanyakan kegiatan pagi itu, juga para keponakan yang tinggal bersama
mereka setahun belakangan ini. "Nanya sudah bangun belum, sudah mandi," kenang Heri.
Sang adik, Denanda Putri
Pamungkas, pun selalu ditelepon di sela-sela Taufan bertugas. "Selalu
video call, lebih dari lima kali sehari," cerita Denanda.
Pagi
itu, Denanda ditanya sang kakak, kapan sidang karena ia sedang menempuh
tahap akhir kuliah kebidanan di Jakarta. "Cepetan, nanti nggak
keburu," kata Denanda meniru percakapan pagi itu.
Denanda,
kala itu, menjawab santai dan bercanda "memang mau ke mana, sih? Kok,
nggak keburu". Taufan berjanji, bila Denanda sidang nanti, ia akan
memberi banyak bunga, lebih banyak dari pemberian teman-temannya nanti.
"Benar ya ternayata, hari ini bunganya banyak banget," kata Denanda pelan.
Hari libur
Taufan
mendapat giliran libur pada Kamis ini. Rabu sekitar pukul 19.00, ia
mengabari Denanda sedang di kantor dan memintanya jangan tidur sebelum
ia pulang. "Jangan lupa bikinkan mie," kata Denanda.
Kepada
sang ayah, Taufan mengabari ia mendapat tugas mendadak malam itu, tapi,
Heri tidak paham anaknya betugas apa. "Memang ada tugas mendadak,
mengamankan sweeping apa itu," kata Heri.
Malam hari, keluarga Taufan mendapat kabar untuk datang ke Rumah Sakit Premier, di Jatinegara.
Keluarga tidak paham apa yang terjadi di Terminal Kampung Melayu, mereka hanya diberi tahu untuk datang ke rumah sakit.
Sesampai
di rumah sakit, Denanda baru paham sang kakak sudah berpulang,
meninggal ketika bertugas. Heri sempat bertanya kepada salah satu teman
Taufan yang berada di sana, apakah ia gugur dalam bertugas.
"Dia bilang, 'ya, gugur di tempat'. Ya sudah, Insyaallah dia nggak sakit," kata Heri.
Tidak
ada gelagat tanda berpisah dari Taufan saat ia berpamitan berangkat
kerja pagi hari, semuanya berjalan seperti biasa. "Makanya, sampai
sekarang rasanya dia nggak gugur," kata Heri.
Taufan,
di sela-sela pekerjaannya, juga sedang menyelesaikan pendidikan strata
satu bidang hukum di Universitas Krisna Dwipayana.
Sedianya
bila sedang libur, Taufan hobi berkaraoke di rumahnya atau berenang
bersama Denanda. Bila tidak, ia akan memasak untuk keluarganya, mulai
dari nasi goreng hingga bebek goreng. "Apa saja dia masak, paling enak
bebek Madura," kata Denanda.
Taufan Tsunami
dimakamkan di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, siang ini, setelah
upacara yang dipimpin Wakil Kepala Polda Metro Jaya, Brigadir Jenderal
Polisi Suntana.
"Taufan Tsunami, putra Bapak
Heri Busono, meninggal di tempat tugas di Terminal Kampung Melayu, Rabu,
pukul 21.00," demikian bunyi pengumuman sebelum ia dikembalikan ke
Bumi. (*)