Samarinda (ANTARA Kaltim) - Habitat "nasalis larvatus" atau bekantan di kawasan Desa Tanjung Batu, Kabupaten Kutai Kartanegara, semakin tedesak akibat banyaknya aktivitas pembukaan lahan di kawasan itu.
"Masyarakat di Desa Tanjung Batu sebenarnya sudah terbiasa bertemu bekantan dan tidak pernah terjadi konflik. Bahkan, bekantan kerap mendekat ke kawasan permukiman dan kebun masyarakat tetapi tidak sampai menganggu," kata seorang tokoh masyarakat Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Husliansyah, dihubungi dari Samarinda, Senin.
Kehadiran primata berhidung panjang di kawasan permukiman dan kebun warga itu kata Husliansyah yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tanjung Batu, akibat habitat bekantan terkepung oleh berbagai aktivitas termasuk tambang batu bara, perkebunan kelapa sawit serta pembukaan lahan untuk pembangunan PLTU.
"Habitat mereka sebenarnya berada di kawasan hutan namun saat ini sudah terkepung oleh berbagai aktivitas dan saat ini juga ada kegiatan pematangan lahan untuk pembangunan PLTU," terang Husliansyah.
Beberapa hari lalu, kata Husliansyah, para pekerja di proyek pembangunan PLTU sempat dikejutkan dengan kehadiran satwa yang sudah masuk kategori "critically endangered" atau terancam punah itu.
Bahkan, para pekerja sempat akan mengusir bekantan tersebut menggunakan petasan namun Ketua BPD Desa Tanjung Batu itumelarangnya.
"Beberapa hari yang lalu, saya sempat dihubungi kontraktor yang mengerjakan proyek pematangan lahan pembangunan PLTU yang mengatakan banyak bekantan di kawasan itu. Mereka sempat akan mengusir satwa yang terancam punah tersebut menggunakan petasan tetapi saya larang dan mengatakan bahwa bekantan tidak akan mengamuk jika tidak disakiti," tuturnya.
"Walaupun banyak bekantan, para pekerja akhirnya tetap menjalankan aktivitasnya dan kehadiran satwa itu tidak menggunggu tetapi justru terkesan seolah-olah menyampaikan agar habitat mereka tidak diganggu," ucap Husliansyah.
Ia menyatakan terdapat puluhan bekantan yang berada di kawasan Desa Tanjung Batu namun kehadiran monyet berhidung panjang tersebut tidak mengganggu.
"Bahkan, ada yang sempat ikut di mobil saya. Habitat mereka sudah terdesak semakin sempitl akibat banyaknya aktivitas di sekitar hutan," tutur Husliansyah.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kaltim Sunandar mengaku, belum menerima informasi adanya konflik bekantan dengan manusia di Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara.
"Sejauh ini, belum ada laporan apakah ada korban dari masyarakat atau bekantan di Desa Tanjung Batu. Namun, kami akan tetap menindaklanjuti terkait habitat bekantan yang terdesak itu," terang Sunandar.
BKSDA Kaltim, katanya, akan segera mengecek kondisi bekantan yang ada di Desa Tanjung Batu tersebut untuk memamstikan keberadaan moyet hidung panjang itu.
"Tentu, kami akan memantau dan melihat kondisinya," kata Sunandar. (*)