Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemerintah belum menyepakati tuntutan warga terkait hibah lahan Perumahan Korpri di Loa Bakung, Samarinda, meskipun warga telah mengantongi sertifikat Hak Guna Bangunan.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim Edy Kurniawan dihubungi dari Samarinda, Senin, mengatakan aturan pemerintah menyebutkan hibah tidak diperkenankan untuk perorangan atau pribadi, melainkan kepada lembaga berbadan hukum.
Selain itu, hibah lahan pemerintah untuk warga Loa Bakung Samarinda harus dikaji lebih dalam, terutama terkait akad jual beli bangunan rumah yang menempati lahan milik Pemerintah Provinsi Kaltim.
"Status jual beli antara warga dengan pihak pengembang harus diperjelas, apakah warga hanya membeli bangunan atau turut menyertakan lahan," jelas Edy Kurniawan usai melakukan konsultasi dengan Kemendagri di Jakarta.
Ia berharap, adanya solusi lain yang bisa ditawarkan, dengan harapan agar warga perum Loa bakung tersebut bisa memiliki hak atas bangunan rumah yang didiaminya.
"Saya berharap masih ada solusi, apakah tanah tersebut dijual kepada warga tetapi dengan harga yang terjangkau," katanya.
Menurut Edy, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri menyarankan warga Perumahan Loa Bakung Samarinda melakukan komunikasi dengan pengembang perumahan, pengurus Korpri, Badan Pertanahan Nasional, Pemprov dan DPRD Kaltim untuk menuntaskan masalah ini.
"Kita perlu tahu apakah pengembang dalam hal ini PT Semanggi hanya menjual bangunan kepada warga? Apakah statusnya disewakan, bagaimana bunyi akad kreditnya, dan apakah pemprov tak dapat apa-apa dari jual beli itu?," tambah Edy.
Kalaupun hibah dilarang, lanjutnya, ada jalan keluar lain agar hak guna bangunan atas perumahan tersebut bisa jadi hak milik warga, misalnya lahan milik Pemprov dijual perkapling kepada warga yang umumnya PNS.
Kepala Biro Perlengkapan Setprov Kaltim Henson Arifin menerangkan Pemprov Kaltim telah berupaya mengabulkan keinginan warga agar lahan perumahan tersebut dapat dihibahkan, dengan mengirim surat kepada Kemendagri sejak 2012 hingga 2015.
"Sampai sekarang tidak ada balasan. Persoalan HGB Perumahan Korpri ini juga terjadi pada warga di Perumahan Carpotek. Di sini warga juga awalnya hanya punya HGB, kemudian usulan hak milik sudah disuarakan ke DPRD Kaltim dan mendapat solusi," katanya.
Namun, tambah Henson, ada perbedaan antara kasus Perumahan Korpri dengan Carpotek, yakni jika Perumahan Carpotek sifatnya relokasi dari masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Karang Mumus, sedangkan Perumahan Korpri dibangun untuk pegawai negeri sipil yang nonjabatan. (*)