Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Komisi Pemilihan Umum Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, menghabiskan dana Rp306 juta untuk acara debat publik yang digelar di Hotel Platinum di wilayah setempat, Sabtu 5/12.
"Sebenarnya kalau punya anggaran lebih..., kami ingin menyiarkan acara debat ini melalui televisi yang bersiaran nasional," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Balikpapan, Noor Thoha, usai acara tersebut.
Namn, karena anggarannya tak cukup, maka acara debat tersebut tetap disiarkan televisi lokal dengan siaran terbatas, Balikpapan TV (BTV).
Menurut Thoha anggaran tersebut paling banyak terserap untuk pembayaran honorarium dan kebutuhan logistik.
"Saya tidak hafal nominalnya, namun dari keseluruhan anggaran itu paling banyak diserap untuk pembayaran honorarium dan logistik," kata Thoha.
Di sisi lain, KPU Balikpapan menggelar Debat Terbuka di Hotel Platinum di Km 5 Jalan Soekarno-Hatta setelah tempat lain menolak atau sudah disewa pihak lain.
Endang Susilowati, seorang komisioner KPU Balikpapan lainnya mengatakan bahwa tempat lain telah penuh, sehingga Hotel Platinum menjadi opsi terakhir. Hanya saja, konsisi kemacetan daerah tersebut yang menjadi permasalahan.
"Kami rencana maunya di BSCC DOME, hanya saja telah di-`booking` orang lain. Pilihan kedua kami mau di Novotel, namun pihak hotel itu tidak bersedia. Terakhir pilihan kami di Platinum. Ya memang benar di sana sering terjadi macet, namun kita serahkan hal tersebut kepada pihak kepolisian yang mengatur lalu lintas," ujar Endang.
Di sisi lain, moderator debat Refly Harun berpendapat bahwa debat yang mengalir dan tidak kaku akan menunjukkan bagaimana para pasangan calon itu sebenarnya.
"Kalau kaku nantinya seperti tanya jawab. Kan teman-teman melihat saat sesi tanya jawab di antara mereka, debatnya berlangsung sebenarnya," kata Refly.
Kendati demikian, Refly menganggap pasangan calon terkadang kurang fokus pada pertanyaan. Saat diminta menjelaskan dan menjawab pertanyaan yang diajukan, ada saja pasangan calon yang masih memprovokasi.
"Ya memang dari pasangan ada yang tidak bisa membedakan antara pertanyaan, kadang ditanya hal detail malah memprovokasi lagi. Tapi wajar dalam sebuah debat karena yang penting dalam debat bukan bisa menjawab pertanyaan, tapi bagaimana bisa menarik simpati publik, jadi metodenya bisa macam-macam," ujarnya.
Menurutnya, debat tidak merepresentasikan bahwa yang pintar berdebat itu banyak pendukungnya, bisa juga sebaliknya. Namun debat ini juga merupakan kesempatan mencari pendukung.
"Karena masyarakat itu berbeda-beda segmennya, ada yang untuk penarik simpatinya harus dengan turun ke bawah, ada pula yang melalui debat, dan ada pula yang melalui visi misi," pungkas Refly. (*)