Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan secara resmi meluncurkan program sekolah bilingual untuk 77 sekolah di sembilan kabupaten/kota sebagai langkah konkret mewujudkan pendidikan berdaya saing global.
"Program ini adalah langkah strategis kita untuk menyiapkan generasi emas yang mampu bersaing di tingkat global," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdikbud Kaltim Armin di Samarinda, Sabtu.
Peluncuran program ini ditandai dengan penyelenggaraan workshop sekolah bilingual yang berlangsung di Balikpapan.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 77 peserta yang merupakan para wakil kepala sekolah bidang kurikulum dari sekolah-sekolah yang mengusulkan diri sebagai sekolah bilingual.
Puluhan sekolah tersebut berasal dari sembilan kabupaten/kota, mencakup Samarinda (19 sekolah), Balikpapan (7), dan Kutai Kartanegara (11), Berau (16), Penajam Paser Utara (9), Kutai Timur (5), Paser (4), Kutai Barat (4 ), dan Bontang (2 sekolah).
Armin mengungkapkan, semua sekolah yang terlibat dapat segera mengimplementasikan program itu mulai tahun ajaran baru tahun depan.
Dalam pelaksanaannya, Disdikbud Kaltim menggandeng Universitas Mulawarman dan Adelaide University dari Australia untuk memastikan kualitas pengajaran.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur (Kaltim) mengambil langkah untuk menyelamatkan bahasa daerah yang kian terancam punah, menyusul temuan riset terkait hilangnya penutur asli.
"Pelestarian bahasa daerah harus dimulai sejak dini dari sekolah," kata Subkoordinator Kurikulum dan Penilaian Disdikbud Kaltim Atik Sulistiowati di Samarinda, Jumat.
Bila tidak diperhatikan, kata dia, Kalimantan Timur berisiko besar kehilangan identitas budayanya. Kekhawatiran ini didasari oleh kajian Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kaltim yang mengungkap fakta bahwa Bahasa Kutai Muara Kaman bahkan sudah kehilangan penutur aslinya.
Sebagai respons, Disdikbud Kaltim kini telah merampungkan penyusunan kurikulum muatan lokal (mulok) berbasis bahasa daerah untuk seluruh jenjang SMA.
"Kalau tahun 2023 untuk kelas 10, tahun 2024 kelas 11, dan sekarang kami menyusun untuk kelas 12," jelas Atik.
Ia menyebut targetnya kini lengkap sudah tiga jenjang belajar muatan lokal Kaltim. Program ini melibatkan 20 penulis dan dua mentor akademisi untuk menyusun materi yang relevan.
Saat ini tersedia enam jenis mulok yang dapat dipilih sekolah, mencakup bahasa daerah, seni budaya, dan potensi sumber daya alam.
"Sekolah bebas memilih sesuai karakter daerahnya, misalnya di Paser memilih Bahasa Paser, di Berau memilih Bahasa Berau, di Kutai memilih Bahasa Kutai," ujarnya.
Langkah ini diambil, kata dia, agar siswa tetap mengenal dan menghargai bahasa daerah mereka masing-masing.
"Anak-anak harus tahu bahwa bahasa daerah mereka adalah bagian dari warisan budaya yang harus dijaga," ucap Atik.
