Jakarta (ANTARA) - Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia berhasil menyelamatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp21,26 triliun selama periode Januari-November 2021.
"Selama periode Januari 2021 sampai dengan November 2021, jajaran Bidang Tindak Pidana Khusus kembali berhasil melakukan penyelamatan kerugian keuangan negara dengan jumlah yang cukup besar dalam bentuk uang tunai maupun aset berupa tanah, bangunan dan lain-lain sejumlah Rp21,267 triliun," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono, dalam keterangan tertulis acara HUT Bidang Pidsus ke-39 yang diterima di Jakarta, Kamis,
Menurut Ali, capaian kinerja Bidang Tindak Pidana Khusus secara nasional telah memenuhi target, namun ada catatan yang perlu menjadi perhatian, antara lain yaitu jumlah penyelesaian dan penanganan perkara masih didominasi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, baik perkara tindak pidana korupsi maupun perkara tindak pidana pencucian uang.
"Sebagai contoh, selama periode Januari-November 2021 Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menangani dan menyelesaikan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 18 perkara, sedangkan satuan kerja di daerah menangani sembilan perkara," tutur Ali.
Ia mengatakan kinerja Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung belum dapat diimbangi oleh satuan kerja di daerah, dan oleh karenanya perlu diingatkan kembali kepada seluruh jajaran Bidang Tindak Pidana Khusus untuk lebih optimal melakukan penanganan perkara tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPUU) dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi sepanjang ditemukan alat bukti yang cukup sehingga dapat mewujudkan salah satu program optimalisasi penanganan perkara tindak pidana korupsi.
Di sisi lain, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri yang telah disetorkan ke kas negara adalah sebesar Rp362,5 miliar.
Dalam kegiatan tersebut, Ali menyampaikan, sejak tahun 2020 Bidang Tindak Pidana Khusus telah mencanangkan program optimalisasi penanganan perkara tindak pidana korupsi yang terus menjadi perhatian bagi semua jajaran Bidang Tindak Pidana Khusus dan akan terus digaungkan, yaitu pertanggungjawaban pidana tidak hanya diarahkan kepada subyek hukum orang perseorangan akan tetapi juga subyek hukum korporasi, penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak hanya fokus pada pembuktian unsur merugikan keuangan negara, tetapi juga pembuktian unsur merugikan perekonomian negara.
Kemudian, penerapan secara tegas dan tidak ragu-ragu terhadap tindak pidana kolusi dan tindak pidana nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagai upaya efektif untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, dan penerapan secara konsisten tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi.
"Tujuan dari kebijakan optimalisasi tersebut, adalah penjeraan bagi pelaku tindak pidana khusus (korupsi) dan efek penjeraan (detterent effect) kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana khusus (korupsi)," ujarnya.
Tujuan lainnya, adalah optimalisasi "asset recovery" sebagai upaya penyelamatan dan pemulihan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara yang terjadi sebagai akibat tindak pidana khusus (korupsi) dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai kemanfaatan praktis pencegahan dan penindakan tindak pidana khusus (korupsi).
Pidsus Kejaksaan Agung selamatkan keuangan negara Rp21,26 triliun
Kamis, 30 Desember 2021 7:48 WIB
Tujuan dari kebijakan optimalisasi tersebut, adalah penjeraan bagi pelaku tindak pidana khusus (korupsi) dan efek penjeraan (detterent effect) kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana khusus (korupsi),