Sydney (ANTARA) - Pasar-pasar Asia bersiap-siaga pada Rabu pagi, ketika dunia menunggu kabar dari Federal Reserve (Fed) AS tentang kapan akan berhenti membeli aset dan mulai menaikkan suku bunga, kemungkinan menumpuk tekanan pada rekan-rekannya untuk mengikuti.
Pasar berjangka telah memperkirakan untuk mengakhiri tapering pada Maret mendatang dan kenaikan suku bunga pertama menjadi 0,25 persen pada Mei atau Juni, dengan suku bunga mendekati 0,75 persen pada akhir tahun.
Survei terbaru BofA terhadap para pengelola dana menunjukkan bahwa mereka mendukung penghentian tapering pada April dan hanya dua kenaikan pada tahun 2022, membuat mereka lebih rentan terhadap pandangan hawkish.
Juga penting akan menjadi tujuan akhir untuk suku bunga mengingat pasar-pasar saat ini memperkirakan untuk tertinggi hanya 1,5-1,75 persen, tingkat yang mungkin bahkan tidak mencapai inflasi tinggi.
"Pada intinya, ada asumsi tersirat bahwa yang harus dilakukan The Fed adalah mengerem suku bunga fed fund hanya 150 basis poin, dan ekonomi akan cukup melambat untuk memutus siklus inflasi," kata Ahli Strategi Makro Deutsche Bank, Alan Ruskin.
"Namun kami tidak pernah memiliki puncak siklus di mana suku bunga riil belum di atas nol, yang berarti suku bunga terakhir yang diharapkan pasar terlalu rendah dan mungkin jauh terlalu rendah."
Jika anggota Fed setuju dan merencanakan puncak yang jauh lebih tinggi, itu akan menantang valuasi saham yang tinggi dan hasil tipis yang ditawarkan oleh obligasi pemerintah. Saat ini, obligasi menyiratkan tingkat suku bunga rata-rata hanya 1,8 persen untuk 30 tahun ke depan.
Penyebaran cepat varian Omicron merupakan komplikasi tambahan yang dapat membuat The Fed menjadi kurang hawkish, meskipun baru-baru ini para pejabat terdengar lebih khawatir tentang persistensi inflasi daripada pandemi.
Apa pun yang diputuskan Fed, itu akan menetapkan standar bagi bank sentral Uni Eropa, Inggris dan Jepang ketika mereka bertemu minggu ini, dan menambah tekanan untuk pengetatan lebih lanjut di pasar negara-negara berkembang.
Begitu banyak potensi jebakan yang membuat investor gelisah dan indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,1 persen dalam perdagangan yang lambat.
Indeks Nikkei Jepang naik tipis 0,1 persen dan Korea Selatan kehilangan 0,3 persen. Data penjualan ritel China dan produksi industri juga akan dirilis pada Rabu, diikuti oleh data penjualan ritel AS.
Indeks berjangka Nasdaq dan S&P 500 semuanya datar di awal perdagangan, setelah melemah semalam.
Imbal hasil obligasi pemerintah sedikit lebih tinggi setelah angka kuat yang tak terduga untuk inflasi harga produsen AS semalam.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik ke 1,44 persen, tetapi masih jauh dari puncak baru-baru ini di 1,693 persen. Kurva imbal hasil melanjutkan tren mendatar karena investor bertaruh bahwa pengetatan Fed yang dimulai lebih awal akan menyebabkan inflasi lebih lambat dalam jangka panjang.
Prospek kenaikan suku bunga jangka pendek mendukung dolar AS, terutama terhadap euro dan yen di mana kebijakan moneternya diperkirakan akan tertinggal.
Mata uang tunggal turun kembali ke 1,1256 dolar AS dan kembali mendekati titik terendah baru-baru ini di 1,1184 dolar AS. Dolar menguat menjadi 113,71 yen dan mendekati resisten di 113,95 yen.
Indeks dolar didorong hingga 96,554, dan mengincar puncak November di 96,938.
Risiko kenaikan suku bunga telah menjadi beban bagi emas, yang tidak menawarkan pengembalian tetap, dan meninggalkannya di 1.772 dolar AS per ounce .
Harga minyak turun setelah Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan penyebaran varian Virus Corona Omicron akan menghambat pemulihan permintaan bahan bakar global.
Minyak mentah AS kehilangan 34 sen pada aksi awal menjadi diperdagangkan di 70,39 dolar AS per barel.
Pasar Asia bersiap dalam hitungan mundur untuk kenaikan suku bunga Fed
Rabu, 15 Desember 2021 8:49 WIB
Pada intinya, ada asumsi tersirat bahwa yang harus dilakukan The Fed adalah mengerem suku bunga fed fund hanya 150 basis poin, dan ekonomi akan cukup melambat untuk memutus siklus inflasi,