Samarinda, (Antaranews Kaltim) - Sistem pembayaran atau transaksi nontunai di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sepanjang tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 1,03 persen, yakni dari senilai Rp71,9 triliun di tahun 2017 turun menjadi Rp69,9 triliun.
“Namun demikian, dari sisi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), transaksi nontunai meningkat Rp2,3 triliun atau tumbuh 6,1 persen, menjadi Rp39,4 triliun ketimbang tahun sebelumnya,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Provinsi Kaltim, Muhammad Nur.
Sedangkan untuk transaksi nontunai melalui Real Tima Gross Settlement (RTGS), lanjutnya, nominal transaksi mengalami penurunan sebesar Rp3,6 triliun, atau turun menjadi Rp34,7 triliun jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut dia, perkembangan jumlah uang elektronik (UE) di Provinsi Kaltim menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik.
Hal itu dapat dilihat dari jumlah uang elektronik yang tumbuh sebesar 19,26 persen (yoy) dan sebesar 29,59 persen (yoy), yakni masing-masing pada Desember 2017 dan September 2018, sehingga sampai dengan September 2018 jumlah UE di Kaltim sebanyak 21.482 kartu.
“Dari sisi nominal, jumlah UE yang ditop-up mencapai Rp27 juta atau sebanyak 274 persen (yoy) pada Desember 2017, namun tumbuh secara signifikan pada September 2018 sehingga mencapai Rp1,8 miliar atau naik 6.690 persen (ytd),” katanya.
Dia menjelaskan bahwa perkembangan tersebut juga diiringi dengan tumbuhnya transaksi atau pembayaran yang menggunakan UE.
Kondisi ini kemudian melahirkan naiknya transaksi uang elektonik, sehingga transaksinya sampai dengan Desember 2017 pembayaran yang menggunakan UE mencapai Rp24 juta, kemudian meningkat pada September 2018 yang mencapai Rp1,7 miliar atau sebesar 6.946 persen (ytd).
Menurut dia, transaksi nontunai juga merambah ke dunia pendidikan, hal ini dapat dilihat terutama di Kota Samarinda yang menjadi salah satu dari tujuh pilot project (percontohan) pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah secara nontunai (BOSNT).
Koordinasi yang baik antara BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim, serta Bank Kaltimtara sehingga berhasil menyalurkan BOSNT kepada 12 sekolah di Samarinda.
Hingga Agustus 2018, lanjut Nur, penggunaan dana BOS secara nontunai mencapai Rp1,7 miliar, atau mencapai 20,39 persen dari total dana BOS yang senilai Rp8 miliar. Nilai ini diakuinya belum memenuhi target pemerintah, yakni sebesar 40 persen.
“Penyebab belum tercapainya target ini antara lain belum adanya fitur transfer dana antar bank pada aplikasi SIBOS dan pengeluaran yang sifatnya retail (fotokopi). Ke depan, perluasan BOSNT di Kaltim akan mencakup seluruh kabupaten/kota, masing-masing 12 sekolah, termasuk yang di Samarinda,” ucapnya.