Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Para pejabat Pemprov Kalimantan Timur enggan menanggapi laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang adanya 64 transaksi mencurigakan sepanjang 2011 di Kaltim.
"Saya belum bisa berkomentar banyak, apalagi menindaklanjuti laporan itu," kata Wakil Gubernur Kaltim Farid Wadjdy di Balikpapan, Rabu.
Dalam laporan PPATK, disebutkan bahwa dari kategori pelaku, ada 25 pejabat negara, termasuk di dalamnya disebutkan gubernur, wali kota, bupati, yang menjadi pelaku transaksi mencurigakan tersebut.
Farid menambahkanm, apalagi PPATK tidak memberikan laporan tertulis kepada Pemprov Kaltim, padahal Pemprov baru bisa bergerak setelah ada laporan tertulis.
Namun demikian, Farid menjamin bahwa Pemprov akan terbuka. "Kami tidak boleh gegabah, tapi kami juga akan terbuka dan memang di zaman sekarang tidak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi," katanya di Balaikota Balikpapan.
Reaksi yang mirip juga disampaikan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. "Kami belum tahu punya siapa (rekening atau transaksi tersebut), tapi saya kira tak ada yang dari Balikpapan," kata Wali Kota singkat.
"Kami tidak mengerti siapa yang dimaksud. Lagian kami tidak pernah dapat laporan dari PPATK," timpal Sekretaris Kota Sayid MN Fadli.
Sebelumnya, PPATK merilis data yang menyebutkan telah terjadi 683 transaksi yang mencurigakan di Kalimantan Timur mulai dari tahun 2004 sampai September 2011.
Para pelaku transaksi, disebutkan Kepala PPATK Yunus Husein di Gedung Bank Indonesia Balikpapan adalah pegawai negeri sipil yang bertugas sebagai bendahara, wiraswasta, karyawan swasta, pegawai negeri sipil bukan bendahara, dosen/guru, mahasiswa/pelajar, ibu rumah tangga, anggota TNI/Polri dan jaksa, gubernur/walikota/bupati, dan anggota legislatif.
Ditemui terpisah Inspektorat Kaltim Muhammad Sa'duddin menyatakan bahwa tidak mungkin ada dana dari pemerintah pusat masuk ke rekening pribadi. Pusat pasti melakukan konfirmasi ke kas daerah.
"Kalau DAU (Dana Alokasi Umum) juga bagi hasil, semua pasti masuk kas daerah. Sebelum ditransfer dikonfirmasi, sesudah transfer juga dikonfirmasi. Kepala daerah mengirimkan rekening ke Kementerian Keuangan bahwa ini rekening kas daerah. Jadi itu atas nama kas daerah, akan terkonfirmasi begitu nama rekening tidak sesuai," papar Sa?duddin.
Apalagi, kemudian sistem komputerisasi sudah berjalan sejak 2006.
Menurut Sa?duddin, juga masih ada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang selalu mengawasi penggunaan keuangan negara. Kalau dari pusat ada dana keluar berarti ada dana yang masuk di daerah.
"Kalau tidak ada itu berarti masalah," kata Sa'duddin. Bahkan Sa'duddin mengklaim bahwa sekarang Kaltim paling bagus dalam hal pelaporan kekayaan pejabat negara.
Hampir seluruh pejabat di Kaltim sudah melaporkan kekayaannya ke KPK. Pejabat publik wajib melaporkan kekayaannya sebelum menjabat, kemudian setiap dua tahun sekali atau saat ada mutasi.
Kalau ada transaksi besar yang melibatkan PNS dan tidak lazim untuk ukuran pegawai negeri sipil, menurut Sayid MN Fadli, bisa saja yang bersangkutan sedang dapat warisan atau menjual sesuatu. (*)