Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur Jaya Mualimin menyatakan pihaknya siap untuk menjadikan Kaltim sebagai provinsi percontohan dalam pencegahan demam berdarah dengue (DBD).
"Kami sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat DBD, salah satunya melakukan pilot program teknologi nyamuk ber-Wolbachia di Kota Bontang," ujar Jaya Mualimin di Samarinda, Jumat.
Teknologi nyamuk ber-Wolbachia adalah salah satu inovasi yang diharapkan dapat mengurangi penularan DBD. Nyamuk ber-Wolbachia adalah nyamuk Aedes aegypti yang telah diinfeksi dengan bakteri Wolbachia, yang dapat menghambat perkembangbiakan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
"Proses nyamuk ber-Wolbachia yang didatangkan dari Yogyakarta dikawinkan dengan nyamuk liar di Bontang. Hasil perkawinannya akan menghasilkan nyamuk ber-Wolbachia juga. Dengan demikian, nyamuk liar yang menjadi perantara DBD akan berkurang secara bertahap," ujarnya.
Jaya menerangkan bahwa program ini berlangsung dalam jangka panjang dan masih dalam tahap uji coba. Meskipun saat ini masih ada kasus DBD di Bontang, ia optimistis program ini akan memberikan dampak positif di masa depan.
Dinkes Kaltim juga melakukan pilot program vaksin dengue untuk anak usia 6-12 tahun. Vaksin ini dapat memberikan perlindungan terhadap empat serotipe virus dengue yang beredar di Indonesia.
"Kami sudah melakukan kick off vaksinasi DBD di Kaltim pada bulan lalu. Ini mendapat perhatian khusus dari Kemenkes, karena Kaltim melakukan pilot program vaksin ini," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa vaksin ini masih tergolong mahal, namun pihaknya memberikan layanan gratis kepada masyarakat. "Harganya sekali suntik Rp300 ribu, tapi kami berikan gratis. Mereka sangat diuntungkan, kalau ke dokter bisa sekitar Rp600 ribu untuk dua kali suntik," ujarny.
Jaya berharap dengan adanya dua inovasi ini, DBD tidak akan menjadi ancaman lagi di Kaltim.
Ia memaparkan data bahwa ada 5.616 kasus DBD di Kaltim selama tahun 2023, dengan jumlah tertinggi di Kutai Kartanegara (Kukar) sebanyak 1.118 kasus, diikuti Balikpapan dengan 1.019 kasus dan Samarinda dengan 868 kasus. "Kami terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan DBD," katanya.
Menurut Jaya, upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh Dinkes Kaltim, antara lain adalah refreshing atau workshop bagi tenaga kesehatan, pertemuan sosialisasi larva survei (LS) dan larva pemberantasan (LP), distribusi logistik rapid diagnostic test (RDT), larvasida, insektisida, dan alat pengasapan, serta mengaktifkan kembali kader jumantik.
"Kami mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam menjaga lingkungan bebas jentik nyamuk aedes aegypti, yang merupakan vektor penyebab DBD," ucapnya.
Caranya adalah dengan melakukan 3M plus, yaitu menguras, menutup dan mengubur tempat penampungan air, serta menghindari gigitan nyamuk.
Ia menambahkan kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pencegahan DBD adalah keterlambatan pasien datang ke fasilitas kesehatan.
Kendala berikutnya ialah logistik pemeriksaan yang masih belum mencukupi jumlah sasaran dan rumah sakit yang belum menggunakan NS1 dalam pemeriksaan suspek DBD.
"NS1 adalah antigen yang diproduksi oleh virus dengue, yang bisa dideteksi dalam darah pasien. Dengan menggunakan NS1, kita bisa mengetahui apakah pasien positif DBD atau tidak dengan lebih cepat dan akurat," tuturnya.
Jaya berharap bahwa dengan meningkatnya upaya pencegahan dan penanggulangan DBD, kasus penyakit ini bisa menurun di Kaltim.