Anggaran kesehatan terealisasi Rp183,2 triliun pada 2023
Rabu, 3 Januari 2024 6:57 WIB
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran kesehatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 terealisasi sebesar Rp183,2 triliun.
Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Jakarta Selasa mengatakan, meski melandai dibanding tahun-tahun sebelumnya, nilai tersebut terbilang lebih tinggi lantaran tidak mengandung anggaran untuk COVID-19.
“Anggaran kesehatan waktu COVID-19 memang naik, bahkan mencapai Rp312 triliun, sekarang di Rp183,2 triliun. Bedanya dengan masa COVID-19, sebagian digunakan untuk belanja yang berhubungan dengan COVID-19. Jadi, sekarang tanpa COVID-19, sebetulnya belanja kesehatan itu jauh lebih tinggi,” kata Sri Mulyani.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi anggaran kesehatan pada 2019, yakni masa sebelum pandemi COVID-19, tercatat sebesar Rp113,6 triliun. Kemudian pada tahun berikutnya, realisasi naik menjadi Rp172,3 triliun karena pandemi, dengan rincian Rp52,4 triliun untuk penanganan COVID-19 dan Rp119,9 triliun untuk anggaran kesehatan lainnya.
Tahun 2021, anggaran untuk COVID-19 lebih tinggi dibanding anggaran kesehatan lainnya, yakni masing-masing sebesar Rp188 triliun dan Rp124,4 triliun. Anggaran COVID-19 juga masih disediakan pada 2022 sebesar Rp53,3 triliun, sementara anggaran kesehatan lainnya Rp134,8 triliun.
Baru pada 2023, realisasi anggaran kesehatan tidak menyalurkan dana untuk COVID-19.
Secara rinci, anggaran kesehatan pada 2023 disalurkan melalui kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp109,5 triliun, non-K/L Rp10,3 triliun, serta transfer ke daerah (TKD) Rp63,4 triliun.
Belanja melalui K/L digunakan untuk Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) Rp46,3 triliun, penugasan 5.754 tenaga kesehatan ke daerah tertinggal Rp27,6 triliun, pemeriksaan sampel obat hingga kosmetik Rp33,9 miliar, serta penyediaan alat atau obat kontrasepsi pada 19.606 lembaga sebesar Rp520,4 miliar.
Belanja melalui non-K/L digunakan untuk jaminan kesehatan PNS/TNI/Polri senilai Rp10,3 triliun. Sementara melalui TKD digunakan untuk BOK dan BOKB Rp15,6 triliun, DAK fisik kesehatan Rp12,4 triliun, serta DAU dan DBH yang ditentukan penggunaannya sebesar Rp26 triliun.
Kementerian Keuangan juga mengalokasikan anggaran untuk percepatan penurunan stunting melalui K/L, yang disalurkan untuk penyediaan makanan tambahan bagi 40 ribu ibu hamil kurang energi kronis (KEK) senilai Rp44,8 miliar dan 138,9 tribe balita kurus sebesar Rp20,3 miliar.
Kemudian, juga untuk memfasilitasi pembinaan 1.000 PHK bagi 7,7 juta keluarga dengan baduta sebesar Rp40,6 miliar, suplementasi gizi mikro untuk balita Rp13,1 miliar, dan imunisasi rutin senilai R944,8 miliar.
Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Jakarta Selasa mengatakan, meski melandai dibanding tahun-tahun sebelumnya, nilai tersebut terbilang lebih tinggi lantaran tidak mengandung anggaran untuk COVID-19.
“Anggaran kesehatan waktu COVID-19 memang naik, bahkan mencapai Rp312 triliun, sekarang di Rp183,2 triliun. Bedanya dengan masa COVID-19, sebagian digunakan untuk belanja yang berhubungan dengan COVID-19. Jadi, sekarang tanpa COVID-19, sebetulnya belanja kesehatan itu jauh lebih tinggi,” kata Sri Mulyani.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi anggaran kesehatan pada 2019, yakni masa sebelum pandemi COVID-19, tercatat sebesar Rp113,6 triliun. Kemudian pada tahun berikutnya, realisasi naik menjadi Rp172,3 triliun karena pandemi, dengan rincian Rp52,4 triliun untuk penanganan COVID-19 dan Rp119,9 triliun untuk anggaran kesehatan lainnya.
Tahun 2021, anggaran untuk COVID-19 lebih tinggi dibanding anggaran kesehatan lainnya, yakni masing-masing sebesar Rp188 triliun dan Rp124,4 triliun. Anggaran COVID-19 juga masih disediakan pada 2022 sebesar Rp53,3 triliun, sementara anggaran kesehatan lainnya Rp134,8 triliun.
Baru pada 2023, realisasi anggaran kesehatan tidak menyalurkan dana untuk COVID-19.
Secara rinci, anggaran kesehatan pada 2023 disalurkan melalui kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp109,5 triliun, non-K/L Rp10,3 triliun, serta transfer ke daerah (TKD) Rp63,4 triliun.
Belanja melalui K/L digunakan untuk Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) Rp46,3 triliun, penugasan 5.754 tenaga kesehatan ke daerah tertinggal Rp27,6 triliun, pemeriksaan sampel obat hingga kosmetik Rp33,9 miliar, serta penyediaan alat atau obat kontrasepsi pada 19.606 lembaga sebesar Rp520,4 miliar.
Belanja melalui non-K/L digunakan untuk jaminan kesehatan PNS/TNI/Polri senilai Rp10,3 triliun. Sementara melalui TKD digunakan untuk BOK dan BOKB Rp15,6 triliun, DAK fisik kesehatan Rp12,4 triliun, serta DAU dan DBH yang ditentukan penggunaannya sebesar Rp26 triliun.
Kementerian Keuangan juga mengalokasikan anggaran untuk percepatan penurunan stunting melalui K/L, yang disalurkan untuk penyediaan makanan tambahan bagi 40 ribu ibu hamil kurang energi kronis (KEK) senilai Rp44,8 miliar dan 138,9 tribe balita kurus sebesar Rp20,3 miliar.
Kemudian, juga untuk memfasilitasi pembinaan 1.000 PHK bagi 7,7 juta keluarga dengan baduta sebesar Rp40,6 miliar, suplementasi gizi mikro untuk balita Rp13,1 miliar, dan imunisasi rutin senilai R944,8 miliar.