Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo meminta agar KPK dan Mabes TNI dapat berkoordinasi dalam penanganan kasus dugaan korupsi penerimaan suap yang melibatkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya TNI Henri Alfiandi.
"Ya itu menurut saya masalah koordinasi ya, masalah koordinasi yang harus dilakukan. Semua instansi sesuai dengan kewenangan masing masing, menurut aturan," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Senin.
Bila hal tersebut dilakukan maka persoalan antara KPK dan Mabes TNI dapat diselesaikan.
"Kalau itu dilakukan, rampung," tegas Presiden.
Sebelumnya, Rabu (26/7), KPK telah menetapkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka oleh KPK lantaran diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023.
Baca juga: TNI: OTT KPK tidak sesuai prosedur tangkap tersangka militer
Ada satu tersangka lain yang juga perwira TNI aktif yaitu Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Sedangkan dari pihak sipil tersangkanya adalah Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Kasus tersebut terungkap setelah penyidik lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7) di Cilangkap dan Jatisampurna, Bekasi.
Namun dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko menilai OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC), tidak sesuai dengan prosedur.
Sehingga pada Jumat (28/7), Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengakui anak buahnya melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI.
Pernyataan itu diungkapkan setelah rombongan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono didampingi Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Pertama Agung Handoko beserta jajaran mendatangi gedung KPK.
Johanis Tanak merujuk pada Pasal 10 UU No 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menyebut pokok-pokok peradilan itu diatur ada empat lembaga, peradilan umum, militer, peradilan tata usaha negara dan agama.
Baca juga: Mahfud ingatkan kasus Kabasarnas harus fokus pada penanganan korupsi
Ia pun mengatakan, berangkat dari kasus tersebut, pihaknya akan berbenah dan lebih berhati-hati dalam penanganan kasus korupsi khususnya yang melibatkan anggota TNI.
Kasus dugaan korupsi di Basarnas berawal pada tahun 2021. Saat itu, Basarnas membuka beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Kemudian, pada tahun 2023, Basarnas kembali membuka tender tiga proyek pekerjaan yakni, pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan, pengadaan Public Safety Diving Equipment, dan Pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024).
Tiga tersangka dari pihak swasta kemudian melakukan pendekatan secara personal dengan menemui langsung HA selaku Kepala Basarnas dan ABC selaku Koorsmin Kepala Basarnas merangkap asisten sekaligus orang kepercayaan HA, agar memenangkan tiga proyek tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, diduga terjadi kesepakatan pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee tersebut diduga ditentukan langsung oleh HA.
Baca juga: KPK tetapkan Kepala Basarnas sebagai tersangka korupsi