Samarinda (ANTARA) - Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur memberikan edukasi kepada pelajar di Kota Samarinda terkait pentingnya remaja putri untuk menjaga kesehatan reproduksi.
Kepala DKP3A Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Noryani Sorayalita di Samarinda, Rabu, menjelaskan remaja putri ini merupakan calon ibu yang akan melahirkan anak sebagai generasi penerus bangsa, sehingga mereka perlu diberikan pemahaman sejak dini terkait budaya hidup sehat.
"Kaum hawa yang akan menjadi ibu diharapkan melahirkan generasi yang sehat dan bebas dari gizi buruk. Oleh karena itu, remaja putri harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang penyebab stunting atau gizi buruk. Upaya itu butuh peran masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat," kata Noryani Sorayalita.
Pada kesempatan itu, Noryani sebagai pembicara kegiatan pengembangan desain program pelaksana advokasi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) sesuai kearifan lokal bagi Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), dengan tema “Peran Remaja di Sekolah dalam Peningkatan Kesehatan Reproduksi Sebagai Upaya Pencegahan Stunting Sejak Dini untuk Menuju Generasi Emas 2045.
Noryani menerangkan kepada puluhan pelajar bahwa kesehatan reproduksi bukan hanya sehat fisik saja, namun sehat secara utuh, baik fisik, psikologis mental, spiritual, serta sosial.
"Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari beberapa faktor kesehatan bagi remaja milenial saat ini," ujarnya.
Ia mengungkapkan data website DKP3A Provinsi Kalimantan Timur pada menu e-Infoduk, jumlah penduduk Kalimantan Timur pada semester II Tahun 2022 sebanyak 3,9 juta jiwa. Jika dirinci, penduduk laki-laki sebanyak 2 juta jiwa (51,8%) dan perempuan 1,8 juta jiwa (48,2%).
“Dari data tersebut bisa dipetakan jumlah rentang kelompok usia 10-14 tahun dan 15-19 tahun atau kelompok remaja putri sebanyak 323.464 jiwa,” ujarnya.
Berdasarkan data dari Save The Children tahun 2020, disebutkan bahwa 32 persen remaja Indonesia usia 5-14 tahun dan usia 15-24 tahun mengalami anemia. Dua dari tiga perempuan usia 20-24 tahun menikah kurang dari usia 18 tahun dan 68 persen diantaranya hamil sebelum usia 18 tahun.
Selanjutnya, data menyebutkan 9,1 persen remaja usia 10-18 tahun pernah merokok, 27 persen pengguna Napza adalah pelajar dan 4,4 persen pernah mengonsumsi alkohol.
Selain itu, 50 persen remaja mengkonsumsi makanan manis, 32 persen mengkonsumsi makanan asin, 11 persen mengonsumsi makanan instan dan 78 persen mengkonsumsi makanan menggunakan penyedap rasa.
Fakta tersebut menunjukkan pentingnya remaja mendapatkan upaya-upaya intervensi terkait kesehatan reproduksi, sehingga dapat menurunkan angka stunting.
Peran remaja dalam mencegah stunting, salah satunya dengan pemberian tablet tambah darah (TTD) kepada remaja putri yang dapat dikonsumsi satu tablet per minggu dan menerapkan pola makan sesuai pedoman gizi seimbang dan melakukan olahraga atau aktivitas fisik secara rutin.
Soraya berharap kegiatan ini bisa menjadi wadah sosialisasi dan penyampaian informasi terkait dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
“Kemudian, sebagai tindak lanjut untuk melaksanakan Instruksi Gubernur Provinsi Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting,” tutup Soraya.
DKP3A Kaltim edukasi pelajar pentingnya kesehatan reproduksi
Rabu, 21 Juni 2023 13:08 WIB
Kaum hawa yang akan menjadi ibu diharapkan melahirkan generasi yang sehat dan bebas dari gizi buruk. Oleh karena itu, remaja putri harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang penyebab stunting atau gizi buruk. Upaya itu butuh peran masyarakat un