Samarinda (ANTARA) - Kasus penyakit gagal ginjal akut misterius yang semakin mewabah di Indonesia dipastikan belum terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) hingga saat ini.
Hal itu diperkuat pernyataan Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar yang menegaskan bahwa di Provinsi Kaltim khususnya di Kota Samarinda, kasus gagal ginjal misterius belum ditemukan.
“Alhamdulillah, sampai hari ini belum ada,” ujar Deni di Samarinda.
Namun demikian, para anggota dewan mengimbau agar para orang tua, bisa melakukan antisipasi dini dengan terus memantau kesehatan anak yang kerap menjadi korban sebaran penyakit tersebut.
Terlebih, di Kaltim saat ini tengah memasuki kondisi pancaroba yang mampu membuat ketahanan fisik dan kekebalan tubuh menurun. Terutama pada anak-anak.
“Tetap waspada. Kami imbau orang tua agar memastikan kondisi anaknya sehat dan bugar ke sekolah. Kalau memang kondisi sakit, diistirahatkan saja dulu di rumah. Karena bagaimanapun faktor lelah bisa jadi penyebabnya pula,” pinta Deni.
Sebagaimana yang diketahui, pada kasus penyakit gagal ginjal misterius ini senyawa etilen glikon yang terkandung dalam banyak sirop obat dan beredar di Indonesia diduga menjadi salah satu penyebabnya.
Data dihimpun, per tanggal 20 Oktober 2022 kemarin pihak Pemprov DKI Jakarta melaporkan ada peningkatan kasus gagal ginjal akut misterius.
Dari 71 kasus sebesar 85 persen penderitanya merupakan balita, dan 40 di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Kasus ini menjadi atensi serius Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.
Dalam surat tersebut, seluruh fasilitas pelayanan kesehatan diminta tak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sirup.
Termasuk apotek-apotek yang tak diperkenankan menjual bebas obat sirop untuk sementara ini.
“Saat ini kasus tertinggi di Pulau Jawa. Tapi ini upaya untuk mencegah juga. Kandungan paracetamol mungkin bagus, tapi ketika kondisi fisik menurun mungkin implikasinya menjadi tidak baik. Ini yang saat ini Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Kemenkes RI sedang mendorong BPOM untuk memastikan.
Jadi sementara kita juga harus antisipasi agar tidak terjadi sebaran kasus di sini (Kaltim, khususnya Samarinda),” tandas politisi Gerindra itu. (Advertorial)