Jakarta (ANTARA News) - Kemunculan Presiden Joko Widodo dengan pakaian
adat saat menyampaikan pidato di sidang MPR serta perayaan ulang tahun
ke-72 kemerdekaan RI menjadi pesan simbolik yang penuh makna.
Ia tampaknya menyadari momen penting itu akan menjadi
saat yang paling efektif untuk menyampaikan pesan ke
semua lapisan masyarakat, dan memanfaatkannya untuk menyampaikan pesan keberagaman.
Pada
saat-saat itu ratusan juta pasang mata warga Indonesia terpusat padanya
sehingga pesan yang ia sampaikan secara visual akan lebih mudah
diterima, bahkan ketimbang lewat pidato.
Maka pakaian adat Bugis,
Makassar, yang ia kenakan saat pidato, hingga baju adat Tanah Bumbu,
Batu Licin, Kalimantan Selatan, menjadi instrumen untuk menyampaikan
pesan keberagaman.
Ide pengenaan baju adat dalam acara-acara penting itu memang bukan
hal baru. Namun sepertinya ia paham betul bahwa ide orisinil atau biasa
sekalipun bisa membawa efek luar biasa jika diterapkan pada momentum
yang tepat.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey
Machmudin mengatakan Presiden Jokowi memang menginginkan ada sesuatu
yang berbeda saat perayaan HUT ke-72 kemerdekaan RI.
"Presiden sendiri yang berinisiatif untuk memakai baju adat, dia sendiri juga memilih dari daerah mana," kata Bey.
Dalam undangan untuk menghadiri perayaan HUT ke-72 kemerdekaan RI di
Istana juga dicantumkan pemberitahuan "Dress Code: Pakaian Tradisional
Formal".
"Jadi diharapkan tamu undangan mengenakan baju adat dari daerah asalnya masing-masing," katanya.
Pesan Simbol
Politik pakaian adat menjadi cara Jokowi untuk menyampaikan pesan simbol.
Dalam sosiologi modern, George Herbert Mead pernah mengemukakan
Teori Interaksionisme Simbolik yang kerap disebut sebagai bagian dari
Mahzab Chicago.
Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non-verbal
dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh
semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk
simbol yang mempunyai arti yang sangat penting.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut.
Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka seseorang dapat
mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara
membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
Maka upaya Presiden Jokowi untuk menggunakan dirinya sebagai
penyampai pesan simbolik memiliki sejumlah makna penting, di antaranya
untuk mengingatkan seluruh elemen bangsa mengenai betapa beragamnya
Indonesia.
Presiden juga ingin konflik keberagaman yang sempat terjadi dalam beberapa waktu terakhir disudahi.
Perintis Gerakan Damai Nusantara Jappy M. Pellokila menilai Presiden
ingin menunjukkan sisi lain dari kecintaan pada Tanah Air dan budaya
bangsa dengan menampilkan unsur-unsur budaya Nusantara.
"Pakaian adat adalah unsur-unsur budaya nusantara yang value-nya
sangat tinggi. Perlu dilanjutkan pada perayaan nasional lainnya. Tak
hanya pada Sumpah Pemuda atau Hari Kartini," kata Jappy.
Personal Branding
Kepiawaian Jokowi dalam mengemas diri tampak kuat dalam penampilannya di sidang MPR dan perayaan kemerdekaan RI.
Personal branding dia terkerek naik manakala terselip acara
pemberian penghargaan bagi siapa pun tamu undangan yang mengenakan
busana adat terbaik.
Masyarakat pun semakin merasa diapreasiasi daya kerjanya untuk memilih mengenakan pakaian adat terbaiknya.
Dan sepeda Jokowi menjadi instrumen personal branding lain yang menambah nilainya.
Hadiah sepeda Jokowi menjadi tren topik yang tak henti dibicarakan
karena dalam setiap kesempatan Jokowi selalu menggunakannya sebagai
bagian penghargaannya kepada masyarakat.
Pun demikian bagi mereka yang menjadi tamu undangan berbusana terbaik ketika upacara penurunan bendera di Istana.
Bahkan Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang memilih
mengenakan pakaian adat Papua saat upacara detik-detik proklamasi di
Istana pun menjadi salah satu yang mendapatkan hadiah sepeda Presiden
Jokowi.
"Sebenarnya enggak mengharap juara, hanya fun saja, untuk
merayakan, meramaikan, dan menyampaikan bahwa Indonesia demikian kaya.
Sepertinya tidak ada negara lain yang sekaya Indonesia dalam hal adat
dan budaya, tidak ada negara yang sekaya negara kita," kata Tito.
Maka baju adat menjadi terminologi kebersatuan yang ingin disampaikan Jokowi, yang sekaligus meningkatkan citranya.
Dan dia bukan melakukan sesuatu yang baru, hanya menghidupkan yang sudah lama tertidur. (*)
Pakaian Adat dan "Personal Branding" Jokowi
Senin, 21 Agustus 2017 9:52 WIB