Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, menjelaskan tahapan penyelidikan oleh Polisi Militer TNI dalam mengungkapkan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut berat, AgustaWestland AW-101 Merlin yang diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp220 miliar.
"Sama-sama kita mengetahui pengadaan ini menjadi trending topic dan saya dipanggil presiden. Presiden menanyakan: Kenapa terjadi seperti ini? Saya jelaskan di sini bagaimana ceritanya tapi tidak secara panjang lebar," kata Nurmantyo, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Selain dia, turut dalam konferensi pers itu adalah Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal TNI Wuryanto, Ketua KPK, Agus Rahardjo, dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Inilah pertama kali kasus dugaan korupsi di lingkungan TNI yang melibatkan KPK diutarakan secara terbuka kepada publik.
Unit helikopter AW-101 Merlin dengan cat loreng kamuflase TNI AU juga diam-diam sudah hadir di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, beberapa bulan lalu, yang kemudian dipasangi garis polisi. Wartawan hanya diberi satu kali kesempatan melihat dari dekat helikopter itu.
Sejak hadir di Indonesia hingga kini, helikopter AW-101 Merlin itu tidak pernah dipertunjukkan kepada publik, termasuk tidak juga diterbangkan saat fly pass seusai upacara HUT ke-71 TNI AU, pada 9 April lalu.
Biasanya, arsenal baru TNI dari matra manapun, langsung dipamerkan kepada publik segera setelah serah-terima formal dari Kementerian Pertahanan kepada matra bersangkutan.
Menurut Nurmantyo, pada rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo pada 3 Desember 2015, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, menyimpulkan isi rapat itu dalam risalah Seskab No 288/seskab.dkk/12/2015 tentang arahan presiden.
Isinya: "kondisi ekonomi saat ini belum benar-benar normal maka pembelian helikopter AgustaWestland (AW-101 Merlin) belum dapat dilakukan tapi kalau kondisi ekonomi sudah lebih baik lagi bisa beli, jadi untuk saat ini jangan beli dulu."
"Pada poin ke-10, Bapak Presiden menyampaikan agar pembelian heli AW 101 dilakukan dengan kerangka kerja sama governtment to government kemudian sekretaris kabinet membuat surat ke KSAU, Nomor B230/Seskabpolhukam/4/2014 12 April 2016 perihal prediksi realisasi pengadaan alutsista 2015-2016 salah satunya pokoknya adalah rencana pengadaan realisasi alutsisa TNI AU produk luar negeri," kata Nurmantyo.
Isi surat itu: "Pengadaan alutsista TNI sebagai bagian peralatan pertahanan keamanan harus memperhatikan ketentuan perundang-undangan khususnya UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan."
"Pengadaan alat pertahanan keamanan produk luar negeri hanya dapat dilakukan apabila belum dapat diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri sesuai dengan pasal 43 UU 16/2012," kata Nurmantyo.
Selanjutnya dalam beberapa kali rapat terbatas, dan terakhir 23 Februari 2016, Presiden Jokowi memberikan arahan, intinya seluruh kementerian/lembaga menggunakan produk dalam negeri.
Namun ternyata muncul perjanjian kontrak Nomor KJP/3000/1192/DA/RM/2016/AU ttertanggal 29 Juli 2016 antara Markas Besar TNI AU dengan PT Diratama Jaya Mandiri tentang pengadaan heli angkut AW-101.
Hingga saat itu, adalah (saat itu) Marsekal TNI Agus Supriatna yang menjadi kepala staf TNI AU, sementara Tjahjanto ada di posisi itu sejak 18 Januari 2017.
Kemudian Nurmantyo menerbitkan surat kepada TNI AU, Nomor B4091/ix/2016 tertanggal 14 September 2016 tentang pembatalan pembelian helikopter AW-101 Merlin.
"Ini yang saya jelaskan ke presiden tapi yang sekarang saya sampaikan tidak keseluruhan. Setelah itu presiden bertanya ke saya: Kira-kira kerugian negara berapa Bapak Panglima?. Saya sampaikan ke presiden: Kira-kira minimal Rp150 miliar. Presiden menjawab: Menurut saya lebih dari Rp200 miliar. Bayangkan panglima menyampaikan (angka) seperti itu tapi presiden lebih tahu, khan malu saya," kata Nurmantyo kepada pers.
Menurut dia, presiden lalu memerintahkan untuk mengejar terus pelaku pengadaan helikopter AW-101 Merlin itu.
"Kejar terus panglima. Kita sedang mengejar tax amnesty, demikian kata presiden. Maka saya berjanji ke presiden akan membentuk tim investigasi sehingga saya membuat Surat Panglima TNI Nomor Sprint 3000/XII/2016 tertanggal 29 Desember 2016 tentang perintah membentuk Tim Investigasi Pengadaan Pembelian Heli AW 101," kata dia.
Ia lalu menyerahkan investigasi awal ke pejabat baru Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, yang dilantik pada 18 Januari 2017. Maka pada 24 Februari 2017, Tjahjanto mengirimkan hasil investigasi.
"Dari hasil investigasi KSAU semakin jelas, tetapi ada pelaku-pelaku bukan dari TNI, karena korupsi konspirasi. Bermodal investigasi KSAU, saya ucapkan terima kasih Pak KSAU, saya bekerja sama dengan Kepolisian RI, BPK, khususnya PPATK dan KPK untuk melakukan penyelidikan intensif terus menerus," kata dia.
Dia bahkan mengaku kadang ia berkelit dari pertanyaan wartawan untuk mengecoh para pelaku.
"Rekan-rekan media sering bertanya kapan? Kapan? Saya diam karena belum ada kepastian dan menggunakan berbagai macam silat, teknik termasuk Pak KSAU mengatakan proses pengadaan sesuai prosedur ini sebenarnya teknik untuk mengelabuhi para calon tersangkanya sehingga mereka enjoy, merasa Ah tidak ada masalah," kata Gatot.
Dalam kasus ini, Polisi Militer TNI sudah menetapkan tiga tersangka, yaitu Marsekal Madya TNI FA yang saat itu pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan TNI AU, Letnan Kolonel Admisitrasi BW selaku pejabat pemegang kas, dan Pembantu Letnan Dua SS, staf BW, yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Total anggaran pengadaan heli AW-101 Merlin adalah Rp738 miliar yang masuk dalam APBN 2016 dengan nilai kerugian negara sekitar Rp220 miliar. (*)