Berau (ANTARA Kaltim) - Pembangunan yang dilaksanakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat perbatasan negara di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, diklaim tetap mengutamakan keramahan lingkungan dan tanpa mengurangi ketersediaan sumber daya alam.
"Kabupaten Berau yang berada hampir di ujung utara Indonesia, ternyata mampu menjadi contoh pembangunan hijau. Lima tahun Program Karbon Hutan Berau (PKHB) berjalan, menjamin pembangunan berkelanjutan," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Berau Basri Sahrin di Berau, Jumat.
Ia mengemukakan hal itu pada kegiatan "Evaluasi Dampak PKHB Terhadap Pembangunan Kabupaten Berau", yang digelar pemkab setempat bekerja sama dengan The Nature Conservancy (TNC).
Menurut Sahrin, PKHB dirintis sejak 2008, setelah kehadiran perwakilan Pemerintah Kabupaten Berau dalam Conference of Parties (COP) ke-13 tahun 2007 di Bali.
Kabupaten Berau yang difasilitasi TNC melakukan rentetan diskusi kelompok terarah dalam penyusunan program untuk mengimplentasi REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation).
Kemudian pada 6 Januari 2010, Menteri Kehutanan secara resmi meluncurkan Program Karbon Hutan Berau sebagai Demonstration Activity (DA) REDD+ di Indonesia.
Pada 2011, bupati Berau mengeluarkan Surat Keputusan Dewan Pengarah PKHB yang diketuai oleh wakil bupati dengan tugas memberikan kebijakan dan rencana strategis atas implementasi PKHB di Berau.
"Tahun 2016 merupakan tahun penerapan penuh PKHB. Tahapan yang dilakukan pemerintah Berau, antara lain implementasi strategi, insentif positif melalui skema carbon credit, pemantauan dan verifikasi, serta perluasan dan replikasi ke kabupaten dan provinsi lain," katanya.
Selama lima tahun berjalan (2010-2015), sudah terlihat beberapa pencapaian, salah satunya dari kriteria identitas kultural yang dapat dipertahankan dengan baik.
Indikatornya adalah ketergantungan alam, kearifan lokal, dan kegotongroyongan yang berarti PKHB mampu menjamin keberlangsungan budaya positif masyarakat.
"Aspek positif lainnya adalah penyebaraan manfaat PKHB yang dirasakan masyarakat, pengusaha, dan pemerintah kabupaten. Bagi Pemda, PKHB mendukung proses perencanaan tata ruang dan pemanfaatan lahan melalui Pokja KLHS, Pokja GIS dan Pokja Pembangunan Rendah Emisi," jelasnya.
Adapun untuk dunia usaha, lanjut Sahrin, PKHB mendukung kegiatan yang berkelanjutan seperti reduce impact logging (pemanenan kayu dampak lingkungan rendah), sistem verifikasi legalitas kayu, serta sertifikasi forest stewardship counci.
Terakhir, adanya PKHB ternyata mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam membentuk forum pengelolaan sumberdaya alam antar kampung.
Dampak PKHB yang paling kentara adalah kontribusi dalam penurunan jumlah penduduk miskin, ketimpangan pendapatan, dan indeks pembangunan manusia.
"Dari hasil survei di KPH Berau Barat, menunjukkan mayoritas rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi dari tingkat kemiskinan tahunan Kalimantan Timur sebesar Rp12.618.073. Koefisien Gini (rasio yang menunjukkan ketimpangan pendapatan masyarakat) menurun dari angka 0,3305 di 2013 ke angka 0,3204 di 2014," ujar Basri.(*)