Kupang (ANTARA News) - Ketua Komisi V DPR RI Fahry Djemi Francis
menilai, ukuran sebuah kemerdekaan harus dilihat dari kehidupan
masyarakat di daerah-daerah tertinggal.
"Kita tidak bisa mengukur bahwa kita sudah merdeka, kalau kita hanya
melihat kehidupan masyarakat di Jakarta atau di pulau-pulau Jawa, tetapi
kemerdekaan itu bisa dilihat secara langsung ada di daerah-daerah
tertinggal," katanya kepada Antara di Kupang, Jumat.
Dia mengemukakan hal itu, menjawab pertanyaan seputar makna Hari
Kemerdekaan Indonesia ke-71 yang dirayakan pada Rabu (17/8) lalu.
Menurut dia, ukuran kemerdekaan mestinya dapat dilihat dari kehidupan
masyarakat-masyarakat di pelosok daerah tertinggal, khusus di
wilayah-wilayah perbatasan seperti Indonesia-Timor Leste.
"Hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat di pedesaan atau di
daerah tertinggal dari tahun ke tahun selalu sama saja, yakni berkaitan
dengan akses jalan, pendidikan serta berbagai hal yang membuat warga
pelosok dinilai masih sangat tertinggal," tuturnya.
Ia mengatakan, saat merayakan HUT Kemerdekaan di desa Laktutus
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, ia melihat dan merasakan secara
langsung akses jalan yang sulit dimasuki oleh kendaraan roda empat serta
sarana ekonomi lainnya.
Warga daerah perbatasan dalam kunjungan Mendes-PDTT pada Rabu (17/8)
lalu juga mengharapkan agar masalah air bersih, pendidikan dan akses
jalan dapat diperbaiki sehingga memperlancar aktivitas perekonomian di
daerah tersebut.
"Arti kemerdekaan kami adalah adanya sarana infrastruktur yang
memadai bagi kami di wilayah pedesaan," kata Patrius Mau, seorang warga.
Patrius justru mengharapkan kedatangan Menteri Desa dapat memberikan
dampak yang bagus bagi masyarakat di desa Laktutus yang jaraknya kurang
lebih 25 kilometer dari Kota Atambua, ibu kota Kabupaten Belu. (*)
Daerah Tertinggal Jadi Ukuran Kemerdekaan
Jumat, 19 Agustus 2016 11:13 WIB