Tana Paser (ANTARA Kaltim) - Penerapan sekolah inklusi atau sekolah bagi anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Paser, belum berjalan optimal karena terkendala tenaga pengajar dan pembimbing.
"Ada delapan sekolah di Kecamatan Tanah Grogot yang terkendala tenaga pengajar dan pembimbing untuk menerapkan kelas inklusi," kata Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Rusnawati, Rabu.
Delapan sekolah inklusi yang ada di Kecamatan Tanah Grogot, yakni SDN 014, SDN 08, SDN 020, SDN 07, SDN 019, SDN 05, SDN 026 serta SDN 024 .
Sekolah inklusi adalah sekolah yang menggabungkan pengajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan anak-anak normal pada umumnya.
"Sebenarnya, di Kabupaten Paser yang menerapkan sekolah inklusi ada sembilan sekolah, satu sekolahnya adalah SD 011 di Kecamatan Batu Sopang. Tapi, karena tidak ada tenaga pengajarnya sehingga masih belum bisa diterapkan," katanya.
Tahun ini, SDN 020 tidak menerima ABK yang masuk di kelas 1 dikarenakan tidak ada guru yang mendampingi.
"Guru yang tahun lalu mendampingi ABK di kelas 1 mengikuti anak yang didampinginya naik ke kelas 2, sehingga tidak ada yang melakukan pendampingan ABK di kelas 1," jelasnya.
Akibat tidak adanya penerimaan ABK untuk tahun ajaran 2016-2017, pihaknya menerima banyak keluhan dari para orang tua yang ingin memasukkan anaknya ke SD tersebut.
"UPTD Pendidikan Tanah Grogot tidak bisa berbuat banyak karena memang SDM terbatas," kata Rusnawati.
Kurun waktu dua tahun terakhir, hanya ada 16 tenaga pengajar yang khusus mendampingi ABK yang ada di delapan sekolah tersebut.
"Di SDN 026 dan SDN 020 memiliki masing-masing empat tenaga pengajar sekaligus pendamping, SDN 014 dan SDN 08 memiliki dua tenaga, sedangkan empat sekolah lainnya hanya memiliki satu tenaga pengajar khusus ABK," ujar Rusnawati.
Data terakhir yang dimiliki UPTD Tanah Grogot mencatat terdapat 50 anak berkebutuhan khusus yang mengikuti kelas inklusif di delapan sekolah tersebut.
"Nantinya jika anak-anak itu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta pelajaran dengan mandiri, ABK yang memperoleh pendampingan akan dilepas dan mengikuti proses belajar mengajar seperti anak-anak normal lainnya," jelasnya.
"Jika anak itu tidak terlalu parah kondisinya, pendampingan akan dilakukan sementara hingga ia bisa menyesuaikan diri. Namun, jika kondisinya sangat parah pendampingan dilakukan seterusnya," kata Rusnawati. (*)