Balikpapan (ANTARA) - Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan, Irfan Taufik, mendorong pembelajaran kontekstual dan penguatan karakter sejak dini kepada siswa belajar langsung di alam, guru tidak harus selalu mengajar di ruang kelas.
“Kita punya banyak tempat belajar seperti itu,” kata Irfan, Selasa.
Ia menyebutkan salah satu tempat yang dimaksud adalah Wisata Edukasi Kang Bejo, sebuah kebun kangkung seluas 1,07 hektare di RT 40 Kelurahan Sumber Rejo II, Kecamatan Balikpapan Tengah. Kawasan itu berada di jantung kota, padat penduduk, tapi masih menyimpan kantong hijau yang dimanfaatkan warga untuk kegiatan edukatif dan komunitas,
dan Lokasinya mudah dijangkau dari pusat kota dan sudah menjadi titik kunjungan rutin bagi sekolah-sekolah di Balikpapan.
Pengurus Kang Bejo Yethi menjelaskan kebun dibagi dalam petak-petak 10 X 10 meter itu, anak-anak diajak mengenal pertanian, lingkungan, dan nilai-nilai kerja keras melalui pengalaman langsung.
Menurutnya, Kang Bejo dirancang untuk memperkenalkan dunia pertanian sejak dini kepada generasi muda. Programnya disesuaikan dengan usia peserta, mulai dari TK hingga perguruan tinggi.
“Kami ingin anak-anak tidak hanya tahu teori, tapi juga merasakan langsung bagaimana menanam dan merawat tanaman. Mereka bisa belajar sambil bermain, jadi pengalaman ini akan melekat lebih lama,” ujar Yethi.
Adapun program edukasi yang ditawarkan meliputi menanam kangkung, hidroponik, budidaya tauge, pengenalan tanaman toga (tanaman obat keluarga), serta interaksi dengan satwa lokal. Peserta diajak menanam, merawat, dan memanen hasilnya sendiri, lalu membawa pulang hasil belajarnya sebagai bentuk tanggung jawab dan kebanggaan.
Setiap sesi berlangsung antara 1,5 hingga 2 jam, dengan kombinasi materi, praktik, dan permainan alam. Kegiatan ini telah menjadi bagian dari pembelajaran tematik sejak 2022. Banyak sekolah di Balikpapan menjadikan Kang Bejo sebagai lokasi kunjungan belajar rutin, terutama untuk siswa TK dan kelas awal SD.
“Kegiatan di sini mendukung kurikulum tematik. Anak-anak belajar tentang tanaman, lingkungan, dan proses tumbuhnya kehidupan. Selain itu, mereka juga melatih motorik halus dan kerja sama,” katanya.
Yethi menuturkan pendekatan edukasi berbasis alam dan praktik pertanian yang diterapkan pengelola sejalan dengan arah kebijakan pendidikan kota. Pembelajaran kontekstual seperti ini memberi ruang bagi anak-anak untuk memahami proses kehidupan secara langsung, bukan sekadar lewat buku atau layar.
Menurutnya Kang Bejo bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga sebagai wadah pembelajaran karakter dan cinta lingkungan. Melalui kegiatan sederhana, pengurus ingin menanamkan nilai-nilai kerja keras, kesabaran, dan ketelatenan kepada anak-anak, nilai-nilai yang erat dengan kehidupan petani Indonesia.
“Kami ingin anak-anak mengenal bagaimana proses makanan berasal. Mereka belajar bahwa sayur yang mereka makan tidak serta-merta ada di meja makan, tapi melalui proses panjang yang butuh kerja dan ketelatenan,” ucapnya.
Yethi menambahkan kegiatan di Kang Bejo juga dikolaborasikan dengan pelatihan guru, kunjungan komunitas hijau, dan pameran hasil pertanian lokal. Pengelola berharap kegiatan tersebut bisa terus menjadi bagian dari kurikulum sekolah, sebagai cara mengenalkan ekologi dan kemandirian pangan sejak dini.(Adv)
