Samarinda (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Timur menekankan tiga pilar yakni infrastruktur, mandat dan insentif sebagai kunci untuk menyukseskan transisi energi berkeadilan di daerah tersebut.
"Kalau itu bisa berjalan, maka sektor swasta, artinya kami pasti ikut dan kami pasti patuh," kata Waketum V Apindo Kaltim M Reza Fadhillah di Samarinda, Sabtu.
Reza mengatakan dunia usaha pada prinsipnya pasti akan patuh dan mengikuti arahan pemerintah terkait transisi energi.
Namun, ia mengingatkan bahwa proses transisi itu akan menjadi hal yang cukup berat selama tiga pilar kunci (infrastruktur, mandat, dan insentif) tersebut belum berjalan optimal.
Tantangan itu menjadi signifikan di Kalimantan Timur, di mana batu bara dan migas masih menjadi penyokong utama struktur anggaran dan pergerakan roda perekonomian. Meskipun demikian, Reza menyebut dunia swasta sebenarnya telah mendukung upaya penyiapan tenaga kerja hijau atau green jobs.
Dukungan itu, menurut dia, didorong oleh adanya permintaan investasi dan pasar internasional yang sudah mulai mempersyaratkan implementasi praktik ramah lingkungan dalam operasional usaha.
Terkait penyiapan sumber daya manusia (SDM), Apindo mencatat setidaknya ada tiga kesenjangan utama yang perlu segera dibenahi. "Pertama itu masalah technical skill (keterampilan teknis) dengan keterampilan hijau," ujar dia.
Baca juga: Senyap pekikan genset oleh limbah
Reza mencontohkan kebutuhan tenaga kerja yang mampu mengoperasikan peralatan-peralatan baru yang lebih efisien energi. Ia menegaskan bahwa untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan program pelatihan yang wajib didukung oleh ketersediaan infrastruktur peralatan yang memadai.
"Kalau pelatihan tapi peralatannya tidak memadai untuk itu, ya percuma juga," katanya.
Kesenjangan kedua, lanjutnya, adalah pada soft skill (keterampilan non-teknis) yang adaptif. Reza memaparkan bahwa perusahaan-perusahaan yang sudah ada saat ini cenderung lebih memilih pekerja yang memiliki pikiran kritis dan kemauan tinggi untuk belajar.
Kesenjangan ketiga adalah ketidakselarasan antara kurikulum pendidikan dengan realita kebutuhan industri saat ini. Ia mengkritisi kurikulum yang masih berpola industri lama, misalnya melarang siswa berdiskusi saat ujian.
Menanggapi tantangan kesiapan tenaga kerja, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim Rozani Erawadi mengakui pasar kerja Kaltim masih didominasi oleh sektor pertambangan fosil.
"Pemerintah sedang berupaya melakukan transformasi ekonomi Kaltim untuk beralih dari ketergantungan pada sektor tersebut menjelang 2035," kata Rozani.
Baca juga: Filosofi air dari Sungai Jiwata jadi penerang ekonomi kampong
