Samarinda (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meningkatkan kapasitas tim pengobatan Tuberkulosis Resisten Obat (TBC RO) di berbagai puskesmas.
"Tuberkulosis masih menjadi tantangan kesehatan utama di Indonesia, termasuk Kaltim," kata Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin di Samarinda, Kamis.
Peningkatan tim TBC RO melalui lokakarya yang didukung pendanaan dari Global Fund tersebut berlangsung di Samarinda hingga 17 Mei 2025.
Mengingat lebih dari 800 ribu kasus TBC baru setiap tahun di Indonesia, kata dia, percepatan dan perluasan layanan pengobatan TBC RO menjadi langkah yang mendesak.
"Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan tim TBC RO di tingkat puskesmas dalam memulai pengobatan bagi pasien yang memenuhi kriteria, dengan berpedoman pada standar dan regulasi yang berlaku," kata Jaya.
Lebih lanjut ia menekankan betapa krusial pendekatan yang mengutamakan pasien, termasuk pemenuhan dukungan psikososial dan pengawasan dalam proses minum obat. Hal itu sejalan dengan arahan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 serta panduan teknis dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Kegiatan lokakarya penguatan tim TBC RO juga melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan dari WHO Indonesia, Kementerian Kesehatan, Laboratorium Rujukan Nasional, Labkesda Kaltim, serta komunitas penyintas TBC Wadah Etam.
Para peserta berasal dari fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) yang menyediakan layanan Pengobatan Multi-Drug Resistant Tuberculosis (PMDT) dan puskesmas terpilih di Kota Samarinda, Balikpapan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Jaya mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi secara aktif dalam memastikan kesembuhan pasien TBC RO dan meningkatkan angka keberhasilan pengobatan hingga mencapai target nasional sebesar 95 persen.
Ia mengatakan saat ini tingkat keberhasilan pengobatan TBC di Kaltim mencapai 77,15 persen berdasarkan data terkini tahun 2025.
“Keberhasilan ini merupakan hasil dari upaya berkelanjutan dalam memastikan pasien TBC mendapatkan perawatan yang sesuai dan tepat waktu,” ujarnya.
Dari total 3.356 kasus yang menjalani pengobatan, kata dia, sebanyak 1.896 pasien telah menyelesaikan perawatan, 693 pasien dinyatakan sembuh, sementara 317 kasus lainnya masih dalam tahap evaluasi.
Adapun angka kematian tercatat 152 kasus, dengan 12 pasien gagal dalam pengobatan dan 286 pasien putus berobat.