Sangatta (ANTARA) - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melarang pungutan atau iuran bagi sekolah yang akan melakukan perpisahan sekolah, agar tidak memberi beban lebih kepada orang tua murid.
"Kalau sifatnya sukarela tidak apa-apa. Tapi kalau membebankan orang tua, itu yang tidak boleh," ucap Kepala Disdikbud Kutim Mulyono, di Sangatta, Minggu.
Ia mengatakan pihaknya telah mendapati laporan dari tim reaksi cepat (TRC) terkait adanya dugaan pungutan yang tidak proporsional di sejumlah sekolah.
Salah satu laporan masuk mengungkapkan adanya sekolah yang menetapkan iuran hingga ratusan ribu rupiah bahkan lebih, tanpa mempertimbangkan kondisi orang tua murid.
Dari laporan itu, Disdikbud Kutim mengeluarkan surat edaran (SE) yang menegaskan larangan penarikan iuran yang bersifat wajib, seperti iuran untuk perpisahan peserta didik.
"Misalnya Rp300 mungkin ringan bagi sebagian orang tua tapi tidak untuk beberapa orang tua. Perpisahan sekolah bukan acara untuk bersenang-senang yang akan menimbulkan beban baru," tegasnya.
Mulyono menekankan bahwa acara perpisahan bukan ajang kemewahan bagi masing-masing satuan pendidikan, melainkan kesempatan menampilkan bakat dan potensi siswa secara sederhana, inklusif, serta tidak eksklusif.
Dia mengingatkan agar setiap sekolah memaksimalkan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) pusat maupun daerah, melalui dana BOS, sekolah dapat menutupi kebutuhan acara perpisahan.
Menurutnya perlunya keterlibatan komite sekolah dan orang tua dalam perencanaan kegiatan perpisahan, sehingga kegiatan perpisahan dalam dilaksanakan tanpa memberi beban bagi siapapun.
Lanjutnya, Disdikbud Kutim tidak memberikan sanksi atas iuran perpisahan sekolah. Namun, pihaknya menyarankan agar setiap sekolah berkoordinasi terlebih dahulu terkait iuran tersebut.
"Kalau terlanjur ada iuran, pihak sekolah wajib menggelar rapat bersama komite untuk menentukan apakah dana-nya dikembalikan atau diikhlaskan," ujarnya.