Banda Aceh (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh mencatat pembiayaan perbankan di Aceh khusus untuk sektor lapangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) periode Januari - Agustus 2023 mencapai Rp10,2 triliun.
Kepala Bank Indonesia Aceh Rony Widijarto, Rabu, mengatakan secara total pembiayaan seluruh sektor usaha di Aceh pada periode tersebut mencapai Rp36,9 triliun, dengan rasio pembiayaan UMKM di Aceh pada periode itu sebesar 27,84 persen.
“Rasio sudah maksimal, perlu usaha-usaha baru lagi di Aceh. Kita masih banyak potensi yang belum secara optimal dibiayai,” ujarnya di Aceh Besar.
Ia menjelaskan, masih banyak potensi UMKM di Aceh yang belum dikelola dengan baik, salah satunya seperti pengelolaan sektor pertanian dengan berbagai produk turunan yang bernilai tambah, tentu membutuhkan pembiayaan dalam pengolahan.
Saat ini, lanjut dia, Aceh surplus padi, tetapi kekurangan beras. Artinya sektor penggilingan padi menjadi potensi besar untuk dibiayai oleh sektor perbankan, maupun investasi Penanaman Modal Asing (PMA) atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
“Kita dari sisi perbankan secara pembiayaan sudah maksimal, artinya perlu ada usaha-usaha baru lagi yang itu masih ada potensi dan menjadi peluang pembiayaan baik dari perbankan maupun investasi PMA atau PNPM,” ujarnya.
Belum lagi, lanjut Rony, potensi lapangan usaha lain seperti infrastruktur, energi, dan sektor lainnya, yang menjadi pemicu untuk datangnya para investor ke provinsi paling barat Indonesia itu, yang akhirnya akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
“Makanya kita penting meyakinkan iklim investasi yang bener-bener nyaman. Karena Aceh juga akan bersaing dengan daerah lainnya, bagaimana mengundang investor untuk membiayai sektor-sektor produktif,” ujarnya.
Ia menambahkan, Bank Indonesia bersama unsur terkait secara kolaborasi terus mendorong pengembangan UMKM. Akselerasi itu dilakukan melalui pilar kebijakan korporatisasi kelembagaan UMKM, peningkatan kapasitas usaha, dan peningkatan akses pembiayaan.
“Maka diharapkan ini dapat mendorong UMKM memiliki daya saing yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Secara umum, arah pengembangan UMKM melalui intervensi dari sisi hulu hingga hilir,” ujarnya.