Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap fenomena perubahan iklim yang menyebabkan berbagai dinamika cuaca telah berpengaruh terhadap ledakan hama perusak tanaman padi di Indonesia.
"Perubahan iklim berpengaruh terhadap distribusi maupun ledakan hama, terutama wereng batang cokelat," kata Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Elza Surmaini dalam dialog "Dampak Perubahan Iklim terhadap Organisme Pengganggu Tanaman Padi" yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Elza menuturkan hama wareng batang cokelat merupakan salah satu hama utama tanaman padi.
Puncak serangan wareng batang cokelat di Indonesia terjadi saat fenomena La Nina pada tahun 2010 dan 2011. Kala itu, kata dia, lahan sawah yang rusak mencapai 137 ribu hektare dan 222 ribu hektare lainnya mengalami penurunan produksi 1-2 ton per hektare.
Kerusakan tanaman saat itu, lanjutnya, tujuh kali lebih tinggi dibandingkan kondisi normal pada tahun 2012, lahan padi yang rusak hanya berjumlah 29 ribu hektare saja.
Baca juga: Pemprov Kaltim latih pekebun di Kabupaten Berau kendalikan hama
Curah hujan yang meningkat selama musim kemarau saat La Nina telah memicu serangan hama wereng batang cokelat terhadap lahan pertanian di berbagai wilayah Indonesia.
Selain hujan, kata dia, ada pula beberapa faktor yang juga mempengaruhi perkembanganbiakan, distribusi, dan daya tahan hama, yaitu peningkatan kelembaban udara, kelembaban tanah, dan kecepatan angin.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 1989 sampai 2019, setiap kejadian La Nina memicu serangan hama wereng batang cokelat berkisar 90 ribu sampai 250 ribu hektare. Sedangkan kondisi normal hanya 10 ribu sampai 85 ribu hektare saja.
Di Indonesia, serangan hama wereng batang cokelat paling sering terjadi saat musim kemarau pada Juni sampai Agustus. Sepanjang 2005 sampai 2021, kasus serangan terbesar terjadi selama periode La Nina pada tahun 2010 dan 2011.
"Musim kering menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap serangan hama," kata Elza.
Baca juga: Pakar IPB ingatkan potensi kepunahan hewan penyerbuk di Indonesia
Kepala Pusat Tanaman Pangan BRIN Yudhistira mengatakan penurunan produksi padi membuat harga beras di tingkat konsumen menjadi mahal, karena beberapa daerah mengalami gagal tanam dan gagal panen akibat serangan hama dan virus tanaman.
Bahkan pola budi daya petani semakin buruk dalam pemakaian insektisida untuk mengurangi serangan organisme pengganggu tanaman.
"Survei kami pada beberapa sentra produksi pertanian di Pantai Utara Jawa (Pantura), pengaplikasian insektisida ternyata sudah tidak logis, karena dari satu musim tanaman lebih dari 10 kali penyemprotan," kata Yudhistira.
Pemakaian insektisida yang banyak itu bisa menyebabkan petani keracunan dan berbahaya bagi lingkungan. Insektisida juga berdampak terhadap musuh alami dari organisme pengganggu tanaman.
Yudhistira mengajak para periset untuk memikirkan cara bagaimana mengembalikan keanekaragaman hayati terkait dengan musuh alami hama atau penyakit pada tanaman padi tersebut.
Baca juga: Kaltim sebar 40 petugas pengendali hama tumbuhan ke 10 daerah