Samarinda  (ANTARA Kaltim)- Dekan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Dr La Sina menilai tidak ada kerugian keuangan negara dalam divestasi saham KPC, namun yang ada justru menguntungkan karena nilainya bertambah dari Rp576 miliar menjadi Rp720 miliar.

"Atas dasar tersebut, sehingga Awang Faroek Ishak yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 2010 lalu karena dinilai merugikan negara Rp576 miliar, sangat tidak beralasan, sehingga namanya harus direhabilitasi dan penyidikannya dihentikan," ujar La Sina di Samarinda, Kamis.

Pernyataan itu diungkapkan La Sina, saat menjadi nara sumber dalam Dialog Publik dengan tema Divestasi Penjualan Saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang digelar di Swis Bell Hotel Borneo, Samarinda, Kaltim.

Menurut dia, terjadinya sangkaan kerugian negara dan korupsi dana hasil penjualan saham PT KPC sebesar 5 persen, disebutkan Bupati Kutai Timur (Kutim) yang saat ini dijabat Isran Noor, dana yang 5 persen itu masih utuh dalam rekening PT Kutai Timur Energi (KTE) di Bank Mandiri dan BNI di Kota Sangatta.

Kemudian dari laporan audit Ernest and Young, total aset semula yang senilai 63 juta dolar atau sebesar Rp576 miliar pada Desember 2009, ternyata telah berkembang menjadi Rp720 miliar.

Uang sebesar itu belum termasuk dana yang ditanamkan di PT CTI/Bank IFI dengan nilai Rp72 miliar yang saat ini masih diusahakan pengembaliannya, sehingga total dana milik Pemkab Kutim menjadi Rp792 miliar.

Dia juga mengatakan bahwa dalam kasus penjualan saham tersebut Awang Faroek Ishak tidak terlibat, pasalnya pada 31 Mei 2003 Awang Faroek mengudurkan diri dari Bupatu Kutim untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Kaltim, sehingga jabatannya diteruskan oleh Wakil Bupati Mahyuddin.

Saat Mahyuddin menjadi bupati itulah, kemudian menandatangani perjanjian jual beli saham sebesar 18,6 persen, yakni antara PT Bumi Resources dan Pemkab Kutim.

Dalam perjanian tersebut, PT Bumi Resources menyetujui melepaskan saham kepada PT KPC sebesar 5 persen. Untuk memperoleh saham 5 persen itu, maka Mahyuddin yang kapasitasnya sebagai Bupati Kutim, membentuk perusahaan baru dengan nama PT Kutai Timur Energi yang 99 persen sahamnya dari Pemkab Kutim.

"Pengelolaan saham 5 persen dari 21 Mei 2003 hingga 13 Februari 2006 itu tanpa sepengetahuan Awang Faroek. Dia  juga tidak menerima honor atau pemberian apapun atas pengelolaan saham itu, lantas dari mana landasannya sehingga beliau ditetapkan sebagai tersangka," ujar La Sina  (*)





Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012