Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan dua saksi perihal penyusunan kontrak kerja antara PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dengan beberapa mitra.
"Penyidik mengonfirmasi kepada para saksi mengenai penyusunan kontrak kerja antara PTDI dengan beberapa mitra dalam kegiatan usaha di PTDI," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Dua saksi, yakni Manajer Order Management PTDI Muhammad Faruq dan Supervisor Kontrak Usaha dan Legal PTDI Basuki Santoso diperiksa KPK, Selasa (16/6) dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PTDI Tahun 2007-2017.
Keduanya diperiksa untuk tersangka mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).
Selain Irzal, KPK pada Jumat (12/6) telah mengumumkan mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) sebagai tersangka.
Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI.
Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.
"Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).
Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.
Selanjutnya pada 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau kita setarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar," tuturnya.
Oleh karena itu, akibat perbuatan para pihak tersangka negara dirugikan Rp330 miliar.