Samarinda (ANTARA) -
Hal ini disampaikan oleh Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik di Samarinda, Kamis, merujuk sidang Perkara Nomor 10/PUU-XXII/2024 menguji Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2000.
Akmal menjelaskan perkara tersebut mempersoalkan batas wilayah Kota Bontang di Mahkamah Konstitusi.
"Kami lebih mengedepankan pendekatan restorative justice untuk menyelesaikan berbagai persoalan administrasi yang sangat banyak terjadi di daerah kita," ujarnya.
Langkah-langkah penyelesaian sengketa ini telah dilakukan dengan melaporkan kasus tersebut kepada Kementerian Dalam Negeri.
"Alhamdulillah, terkait kasus ini, kami sudah menerima surat dari Menteri Dalam Negeri yang ditujukan kepada wali kota dan pimpinan DPRD Kota Bontang," tambah Akmal.
Surat dari Mendagri tertanggal 6 Agustus 2024 itu menyatakan bahwa Wali Kota Bontang Basri Rase telah mencabut gugatan di Mahkamah Konstitusi dan sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui musyawarah mufakat.
Akmal Malik juga menyampaikan bahwa komunikasi dengan DPRD Kota Bontang akan terus dilakukan untuk memastikan penyelesaian sengketa ini berjalan lancar.
Baca juga: Pemkab Penajam-Kaltim ajak Pemkab Paser rampungkan tapal batas wilayah
"Kami mencoba melakukan komunikasi dengan DPRD Kota Bontang agar mereka juga sepakat sehingga kita bisa menyelesaikan sengketa ini di lingkup daerah," katanya.
Akmal juga menekankan pentingnya komunikasi yang efektif dalam menyelesaikan berbagai persoalan di daerah. "Kami meyakini regulasi yang kita buat tidak akan bisa menyelesaikan banyak masalah, tetapi komunikasi yang efektif bisa menyelesaikan persoalan ini," tegasnya.
Akmal Malik yang ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur Kaltim pada 2 Oktober 2023 mengakui bahwa masa pemerintahannya yang singkat tersebut belum cukup untuk memahami seluruh masalah yang terjadi.
Kuasa hukum para pemohon, Heru Widodo, mengungkapkan bahwa Wali Kota Bontang selaku Pemohon I telah menerima surat perintah dari Mendagri Tito Karnavian untuk mencabut permohonan ke Mahkamah Konstitusi ini.
Pada 6 Agustus 2024, Wali Kota Bontang bersurat kepada tim kuasa hukumnya untuk segera melakukan pencabutan permohonan.
Namun, lanjut Heru, pencabutan akan dilakukan apabila diajukan bersama-sama dengan pimpinan DPRD, yaitu Ketua serta Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II sebagai Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV.
"Dalam hal ini kami konfirmasi ke pimpinan DPRD, salah satunya ada di sini Pak Agus Haris selaku Pemohon IV DPRD Kota Bontang tidak mendapatkan surat yang sama seperti itu untuk mencabut, sehingga sampai dengan hari ini belum melakukan paripurna," kata Heru.
Sementara, Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman menegaskan penolakan terhadap upaya perluasan wilayah Kota Bontang yang sedang menjadi sengketa.
Baca juga: Tapal batas Kutim-Berau masih dalam proses penyelesaian
"Kami telah mengikuti seluruh tahapan yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Kaltim, termasuk puncaknya pada tahun 2021. Namun, DPRD Kutim (Kutai Timur) telah mengeluarkan keputusan sidang paripurna yang menolak permintaan perluasan wilayah ini," jelas Ardiansyah.
Ia juga mempertanyakan adanya dualisme kepemilikan kartu tanda penduduk (KTP) di Dusun Sidrap, Desa Martadinata, yang menjadi salah satu wilayah diklaim oleh Pemkot Bontang.
"Di Dusun Sidrap, ada warga yang memiliki KTP Kelurahan Guntung, Kota Bontang, dan ada juga yang memiliki KTP Kutai Timur. Ini sangat membingungkan," ujarnya.
Ardiansyah menuturkan bahwa dirinya telah berulang kali mengunjungi Dusun Sidrap dan melihat langsung kondisi di lapangan.
"Saya telah melakukan berbagai kegiatan di sana, mulai dari mengunjungi kelompok tani, peletakan batu pertama masjid, hingga pembangunan jalan dan jembatan. Namun, masalah batas wilayah ini terus menjadi polemik," ungkapnya.
Bupati juga menyoroti Permendagri Nomor 25 Tahun 2005 yang dianggap sebagai puncak dari penyelesaian masalah batas wilayah antara Kutim dan Bontang. "Saya heran mengapa Bontang terus menggoda daerah ini, padahal masalahnya sudah dianggap selesai," ujarnya.
Sebelum menutup persidangan, Ketua MK Suhartoyo mengumumkan bahwa sidang untuk perkara ini ditunda hingga Senin, 2 September 2024, pukul 10.30 WIB. Pada sidang selanjutnya, Mahkamah akan mendengarkan keterangan dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara.
Baca juga: Badan Bank Tanah selesaikan pemasangan tapal batas Bandara IKN