Samarinda (ANTARA Kaltim) - Panitia Khusus Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Jaminan Produk Halal (JPH) di DPRD Kaltim melakukan rapat dengan mitra kerja yaitu Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan UMKM, Akademisi Unmul dan Kementerian Agama Kaltim.
Dalam pertemuan tersebut perdebatan muncul tentang kewajiban pelaku usaha atau perusahaan mengurus sertifikasi halal pada produknya.
Pertemuan ini dimaksudkan untuk meminta pendapat mitra kerja tentang hasil konsultasi Pansus JPH ke Kemenag RI dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI beberapa waktu lalu.
“Ketika masuk pembahasan pada pasal tentang kewajiban pelaku usaha/perusahaan untuk menyertifikasi setiap produknya terjadi perdebatan antara saran dari pusat dengan keinginan daerah,†kata Ketua Pansus JPH Abdul Djalil Fatah.
Seperti diberitakan, Kementerian Perdagangan RI menyarankan agar sifat sertifikasi tersebut adalah suka rela karena peraturan perundang-undangan mengamanahkan demikian.
Selain itu, mengingat memang tidak semua produk bisa halal, karena sifat dasarnya memang haram seperti mi instan rasa babi.
Djalil menilai, bentuk dari sertifikasi terhadap semua produk merupakan hal yang penting guna menjamin kehalalan. Sehingga kalau bentuknya sukarela maka raperda yang disusun saat ini, akan menjadi tak bertaring jika disahkan.
Sementara itu Kepala Kemenag Kaltim Muhammad Kusasi mengatakan, masyarakat sudah tidak sabar lagi agar Raperda JPH segera disahkan menjadi peraturan daerah definitif.
“Semua ormas Islam mendukung agar perda ini disahkan. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah keinginan masyarakat soal kejelasan kehalalan suatu produk. Tapi bagaimana ada kejelasan kalau sifatnya sukarela,†tegas Kusasi.
Pemerintah pusat, kata dia, seharusnya melihat bagaimana keadaan di daerah. Pasalnya setiap daerah memiliki karakteristik dan budaya yang berbeda.
Di Kaltim menurutnya merupakan daerah yang mayoritas penduduknya Islam. Dengan adanya perda ini akan menciptakan ketenangan di masyarakat.
Pengamat sosial Universitas Mulawarman Sarosa mengatakan kalangan akademisi sangat mendukung adanya perda ini, kendati demikian, terkait dengan saran dari pusat sertifikasi sukarela haruslah diperjelas kembali.
“Kalau memang sukarela yang seperti apa. Misalnya sukarela akan tetapi wajib atau seperti apa ini, harus diperjelas kembali dan perlu dikaji kembali agar tidak menimbulkan kemubaziran dan tepat sasaran,†ujar Sarosa.
Mewakili Dinas Kesehatan Kaltim Soeharsono mengatakan kalau perda dimaksud memang harus mencantumkan suka rela, maka mesti dicari jalan lain agar substansi dan semangat dari lahirnya perda ini dapat terakomodasi dengan baik serta maksimal.
“Misalnya ketika setiap perusahaan yang ingin mengajukan ijzn usaha maka dimasukkan juga kewajiban untuk mencantumkan sertifikat halal. Ini salah satu cara agar keinginan masyarakat semua produk bisa disertifikasi bisa tercapai,†katanya. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/met)
Pansus JPH Berdebat soal Sertifikasi Halal
Rabu, 23 Oktober 2013 20:46 WIB