Samarinda (Antaranews Kaltim) - Kalau saya bandar Narkoba tentu saya terapkan manajemen bisnis modern agar usaha kotor yang saya jalani mencapai profit.
Pemasaran adalah kunci pokok keberhasilan bisnis. Saya akan memilih negara berpenduduk terbanyak untuk menjadi target pemasaran.
Alasannya sederhana, jika penduduk padat otomatis konsumen juga akan meningkat.
Mengutip data The Spectator Index terkait negara dengan penduduk terbanyak, lingkup ASEAN, setidaknya ada tiga kandidat negara diantaranya Indonesia dengan penduduk 265 Juta Jiwa, Filipina 107 Juta Jiwa serta Vietnam dengan jumlah penduduk 95 juta jiwa.
Dari ketiga kandidat target market ini saya harus berhitung resiko terkecil dalam menjalani bisnis. Saya tidak akan berani masuk ke Filipina karena Presiden Rodrigo Duterte telah merilis 6000 tersangka Narkoba dan diantaranya telah ditembak mati.
Maka pilihan market saya adalah negara Indonesia. Saya orang bisnis, saya melihat Indonesia pasar yang bagus.
Jumlah penduduknya 265 juta jiwa, pintu masukknya banyak, angka permintaannya naik terus, harganya bagus, dan hukum bisa dibeli.
Kalau pun apes tertangkap aparat saya tidak akan ditembak mati seperti di Filipina, dengan catatan tidak melawan atau melarikan diri.
Saya tidak bodoh untuk melakukan perlawanan saat ditangkap. Kalau ditembak mati saat melawan bagaimana nasib aset aset saya, rumah, kapal pesiar, mobil mewah, anak, istri pacar dan relasi bisnis saya.
Saya akan pasrah ketika ditangkap.Toh, masuk penjara Indonesia masih dapat mengendalikan bisnis dan mengkonsumsi Narkoba.
Beruntung saya bukan bandar Narkoba.
Sehingga saya tidak berdosa kepada 87 juta populasi anak di Indonesia, yang 5,9 juta diantaranya menjadi pecandu Narkoba.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan telah menangani 2.218 kasus terkait masalah kesehatan dan napza yang menimpa anak-anak.
Sebanyak 15,69 persen diantaranya kasus anak pecandu Narkoba dan 8,1 persen kasus anak sebagai pengedar Narkoba.
Beruntung saya bukan bandar Narkoba.
Sehingga tidak berdosa kepada jutaan keluarga yang hancur karena penyalahgunaan Narkoba.
Karena Narkoba suami digugat cerai, karena Narkoba ekonomi berantakan, karena Narkoba istri tidak patuh kepada suami, karena Narkoba anak tidak hormat kepada orang tua, karena Narkoba pula sesama teman saling bunuh dan tikam.
Karena Narkoba juga aturan norma masyarakat dilanggar. Karena Narkoba juga hukum diperjualbelikan. Beruntung saya bukan bandar Narkoba.
Sehingga saya tidak berdosa kepada para pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan dengan darah dan nyawa.
Berdosa kepada para pendiri bangsa karena telah menghilangkan jutaan generasi muda dengan racun Narkoba.
Mari kita akui secara terbuka, menyangkal tak akan ada gunanya. Perbaikan total musykil dilakukan, jika semua pihak melakukan penyangkalan.
Jangan sampai negara terlihat tak berdaya menangani para gembong Narkoba.
Manusia yang baik bukanlah karena tak pernah berbuat salah, tetapi adalah manusia yang bisa menyadari setiap kesalahan yang telah dilakukannya.
Lalu secara sadar mau mengubah diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. (Humas BNNK Samarinda, Kaltim : Ahmat Fadholi, S.Sos)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
Pemasaran adalah kunci pokok keberhasilan bisnis. Saya akan memilih negara berpenduduk terbanyak untuk menjadi target pemasaran.
Alasannya sederhana, jika penduduk padat otomatis konsumen juga akan meningkat.
Mengutip data The Spectator Index terkait negara dengan penduduk terbanyak, lingkup ASEAN, setidaknya ada tiga kandidat negara diantaranya Indonesia dengan penduduk 265 Juta Jiwa, Filipina 107 Juta Jiwa serta Vietnam dengan jumlah penduduk 95 juta jiwa.
Dari ketiga kandidat target market ini saya harus berhitung resiko terkecil dalam menjalani bisnis. Saya tidak akan berani masuk ke Filipina karena Presiden Rodrigo Duterte telah merilis 6000 tersangka Narkoba dan diantaranya telah ditembak mati.
Maka pilihan market saya adalah negara Indonesia. Saya orang bisnis, saya melihat Indonesia pasar yang bagus.
Jumlah penduduknya 265 juta jiwa, pintu masukknya banyak, angka permintaannya naik terus, harganya bagus, dan hukum bisa dibeli.
Kalau pun apes tertangkap aparat saya tidak akan ditembak mati seperti di Filipina, dengan catatan tidak melawan atau melarikan diri.
Saya tidak bodoh untuk melakukan perlawanan saat ditangkap. Kalau ditembak mati saat melawan bagaimana nasib aset aset saya, rumah, kapal pesiar, mobil mewah, anak, istri pacar dan relasi bisnis saya.
Saya akan pasrah ketika ditangkap.Toh, masuk penjara Indonesia masih dapat mengendalikan bisnis dan mengkonsumsi Narkoba.
Beruntung saya bukan bandar Narkoba.
Sehingga saya tidak berdosa kepada 87 juta populasi anak di Indonesia, yang 5,9 juta diantaranya menjadi pecandu Narkoba.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan telah menangani 2.218 kasus terkait masalah kesehatan dan napza yang menimpa anak-anak.
Sebanyak 15,69 persen diantaranya kasus anak pecandu Narkoba dan 8,1 persen kasus anak sebagai pengedar Narkoba.
Beruntung saya bukan bandar Narkoba.
Sehingga tidak berdosa kepada jutaan keluarga yang hancur karena penyalahgunaan Narkoba.
Karena Narkoba suami digugat cerai, karena Narkoba ekonomi berantakan, karena Narkoba istri tidak patuh kepada suami, karena Narkoba anak tidak hormat kepada orang tua, karena Narkoba pula sesama teman saling bunuh dan tikam.
Karena Narkoba juga aturan norma masyarakat dilanggar. Karena Narkoba juga hukum diperjualbelikan. Beruntung saya bukan bandar Narkoba.
Sehingga saya tidak berdosa kepada para pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan dengan darah dan nyawa.
Berdosa kepada para pendiri bangsa karena telah menghilangkan jutaan generasi muda dengan racun Narkoba.
Mari kita akui secara terbuka, menyangkal tak akan ada gunanya. Perbaikan total musykil dilakukan, jika semua pihak melakukan penyangkalan.
Jangan sampai negara terlihat tak berdaya menangani para gembong Narkoba.
Manusia yang baik bukanlah karena tak pernah berbuat salah, tetapi adalah manusia yang bisa menyadari setiap kesalahan yang telah dilakukannya.
Lalu secara sadar mau mengubah diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. (Humas BNNK Samarinda, Kaltim : Ahmat Fadholi, S.Sos)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018