Samarinda (ANTARA Kaltim) - Forum Satu Bumi Samarinda, Kalimantan Timur menyatakan terdapat 25 perusahaan pemegang izin tambang batu bara yang mengepung Daerah Aliran Sunga (DAS) Karang Mumus dari total 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Samarinda yang memicu banjir.

"Gubernur Kaltim berjanji mencabut semua IUP di Samarinda, jadi aksi kami hari ini menuntut janji itu agar direalisasikan. Cabut 63 IUP yang tersebar di Samarinda," ucap Muhammad Jamil, koordinator aksi saat menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda, Jumat.

Dari 25 izin tambang yang mengepung Sungai Karang Mumus Samarinda, lanjutnya, berdasarkan analisa peta, setidaknya terdapat 12 aktivitas pertambangan yang menghilangkan beberapa anak sungai.

Akibatnya, terjadi proses sedimentasi cukup besar karena adanya pengupsan lahan di bagian hulu SKM dengan tingkat kelajuan mencapai 5.000 kubik per meter. Inilah yang menjadi salah satu alasan kuat mengapa sekarang Samarinda dilanda banjir.

Hari ini, lanjutnya, terdapat 24 titik banjir yang tersebar pada 15 kelurahan di Samarinda. Titik banjir tersebut dinilainya rentan meluas karena masifnya pengerukan batu bara dan lahan bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan, padahal seharusnya lahan tersebut dipulihkan.

Ia melanjutkan, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pertambangan batu bara, jauh lebih rendah ketimbang biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi daya rusak tambang, khususnya banjir yang melanda hingga pusat kota.

"Untuk itu, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah tidak melakukan penghentian aktivitas tambang batu bara di Samarinda, karena dampaknya lebih buruk ketimbang manfaatnya bagi masyarakat. Gubernur harus cabut semua IUP di Samarinda," katanya lagi.

Dilanjutkannya, tahun2008-2010, biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak banjir mencapai Rp107,9 miliar, meningkat hingga menjadi Rp602 miliar periode 2011-2013.

Nilai tersebut belum termasuk biaya rehabilitasi akibat kerusakan jalan umum sebagai dampak kendaraan pengangkut batu bara yang mencapai Rp37,6 miliar, kemudian ditambah biaya yang harus ditanggug warga sekitar pertambangan ketika banjir saat musim hujan dan krisis air saat musim kemarau.

Dalam penyusunan APBD Samarinda 2017, katanya, untuk pengendalian banjir hanya diprioritaskan dua titik di bagian utara Samarinda dengan anggaran Rp600 miliar, kemudian akan ada dana tak terduga penanggulangan bencana Rp5 miliar per tahun.

Menurutnya, ini merupakan kenyataan pahit bahwa uang dari pajak warga, digunakan setiap tahun hanya untuk membiayai segala kehancuran yang disebabkan oleh industri batu bara.

"Berdasarkan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, gubernur selaku perwakilan pemerintah pusat memiliki kewenangan mencabut IUP batu bara. Untuk itu, gubernur harus mencabut semua IUP batu di Samarinda yang menyebabkan banjir," kata Jamil. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017